kajian ke 7

M. Naufal Agustian Hidayatulloh 2003401051019

M. Naufal Agustian Hidayatulloh 2003401051019

oleh 2003401051019 M.Naufal Agustian Hidayatulloh -
Jumlah balasan: 0

1. MAZHAB HANAFI
    Dasar yang dipakai oleh mazhab Hanafi adalah Alquran, Sunnah, dan fatwa sahabat yang merupakan penyampai. Mazhab ini juga menggunakan qiyas sebagai dasarnya dan juga istihsan, yaitu qiyas yang berlawanan dengan nas. Imam Hanafi juga menggunakan ijma, yaitu kesepakatan para mujtahid mengenai suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.

Selain itu, ia juga menggunakan dasar urf, yaitu adat kebiasaan orang Islam dalam satu masalah tertentu yang tidak disebut oleh nas Alquran.

Penyusun pendapat, fatwa, dan hadis dari Imam Hanafi adalah murid-muridnya, yaitu Yakub bin Ibrahin al-Ansari atau Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Mereka menyusun kitab yang berisi masalah fikih mazhab Hanafi.

2. Imam Al Maliki

Dasar Ijtihad atau Sistematika sumber Istinbāţh Imam Malik, pada dasarnya ia tidak menulis secara sistematis. Akan tetapi para muridnya atau madzhabnya menyusun sistematika Imam Malik.


Adapun metode-metode lain yang digunakan Imam Malik selain dari empat sumber (al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas) adalah Atsar Ahli Madinah, Mashlahah al-Mursalah (istishlâh), Qaul Shahâbi (Fatwa sahabat), Khabar Ahad, al-Istihsân, Sadd Al-Dzarâi, Istishâb, Syaru man Qablanâ (Syariat sebelum Islam).

3. Imam Syafi'i

Pembicaraan menyangkut dalil-dalil syara’, dalam beberapa kitab ushul fiqh selalu berkisar di seputar dalil-dalil syara’ yang disepakati dan dalil-dalil syara’ yang diperselisihkan. Beberapa istilah populer dari dalil syara’ atau sumber hukum itu antara lain adalah ‘adillah al-ahkam al-mutafaq ‘alaiha (dalil-dalil hukum yang disepakati), mashadiru al-ahkam al-mutafaq ‘alaiha (sumber-sumber hukum yang disepakati), ‘adillah al-ahkam al-mukhtalaf ‘alaiha (dalil-dalil hukum yang diperselisihkan), mashadiru al-ahkam al-mukhtalaf alaiha (sumber-sumber hukum yang diperselisihkan). Sedangkan dalil/sumber hukum yang disepakati oleh mayoritas (jumhur) ulama ahl al-sunah ada empat, yaitu al-Qur’an, Sunah, Ijma’ dan Qiyas.

4. Imam Hambali
    Al-Qur'an dan al-Sunnah al-Shahih
Jika beliau telah menemukan nash, baik dari al-Qur'an maupun al-Hadits al-Shahih, maka dalam menentukan hukum Islam adalah dengan nash tersebut meskipun ada faktor-faktor lain yang boleh jadi bisa pertimbangan bahan pertimbangan.

Fatwa Para Shahabat Nabi SAW
Jika tidak ditemukan dalam nash yang jelas, maka beliau menggunakan fatwa-fatwa dari para sahabat Nabi SAW yang tidak ada perselisihan diantara mereka. Apabila terjadi perselisihan, maka yang diambil adalah fatwa-fatwa yang beliau pendang lebih dekat kepada nash, baik al-Qur'an maupun al-Hadits.


Al-Hadits al-Mursal al-Hadits al-Dla'if
Jika dari ketiganya tidak ditemukan, maka beliau menyatakannya dari dasar al-Hadits al-Mursal atau al-Hadits al-Dla'if, sebab yang dimaksud dengan al-Hadits al- Dla'if menurut Ahmad ibn Hanbal adalah karena al-Hadits ini terbagi menjadi dua, yaitu, Shahih dan Dla'if, bukan Shahih, Hasan, dan Dla'if seperti kebanyakan ulama Al-Hadits lain.


Al-Qiyas
Jika dari semua sumber di atas tetap saja ditemukan, maka Imam Ahmad ibnu Hanbali menentukan hukum Islam dengan mempergunakan al-Qiyas dan Mashlahah Mursalah, terutama di bidang sosial politik.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan masalah hukum “halal” dan “haram” beliau sangat teliti dalam mengkaji beberapa al-Hadits dan sanadnya yang terkait dengannya, tetapi beliau sangat longgar dalam menerima al-Hadits yang berkaitan dengan masalah “Akhlaq”, Fadla'il al-a'mal atau adat istiadat yang terpuji, dengan persyaratn sebagai berikut: “Jika kami telah menerima al-Hadits Rasulullah yang menjelaskan masalah“ Halal-Haram ”atau perbuatan sunnah hukum-hukumnya, maka aku melakukan penelitian al-Hadits secara ketat dan cermat, begitu juga sanad-sanadnya. Tetapi jika berkaitan dengan fadlail al-a'mal atau tidak berhubungan dengan hukum, kami agak longgar ".