UTS

UTS

UTS

oleh Edi Suprawadi -
Jumlah balasan: 0

Nama : Edi Siprawadi 

Nim. : 2003401051082

Kajian 2

1. Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi (bahasa Arab: أبو منصور محمد بن محمد بن محمود الماتريدي السمرقندي الحنفي) (wafat 333 H / 944 M) adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.

Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan) yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama, ia berguru pada Abu Nasr al-'Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang ajaran-ajaran Mu'tazilah, Qarmatiyyah, dan Syi'ah.

2. Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja.
Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits.

3. Semasa hidupnya, al-Maturidi dikenal sebagai pengikut setia Imam Hanafi yang terkenal ketat dengan keabsahan pendapat akal. Al-Maturidi memang banyak menimba ilmu kepada para ulama dari Mazhab Hanafi, seperti Muhammad bin Muqatil ar-Razi, Abu Bakar Ahmad bin Ishaq al-Juzjani, Abu Nasr al-Iyadi, dan Nusair bin Yahya.

Sebagai pengikut Imam Hanafi, tak mengherankan bila paham teologi yang disebarkan oleh al-Maturidi memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Imam Hanafi yang mengedepankan pertimbangan akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan. Hal ini pula yang menyebabkan paham Maturidiyah banyak dianut oleh kalangan ulama yang menganut Mazhab Hanafi di bidang fikih.

Terpecah dua
Namun, dalam perkembangannya, aliran Maturidiyah ini terpecah ke dalam dua kelompok, yaitu Maturidiyah Samarkand yang dipimpin oleh al-Maturidi dan Maturidiyah Bukhara yang dipimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi. Al-Bazdawi merupakan pengikut al-Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek al-Bazdawi menjadi salah satu murid al-Maturidi. Ia mempelajari ajaran Maturidiyah dari kedua orang tuanya.

Pengelompokan itu terjadi karena ada perbedaan pendirian mengenai wewenang akal. Bagi Maturidiyah Samarkand, akal manusia dapat mengetahui adanya Tuhan, baik dan buruk, serta mengetahui kewajiban bersyukur kepada Tuhan. Sementara itu, aliran Maturidiyah Bukhara berpandangan bahwa akal manusia hanya dapat mengetahui adanya Tuhan serta baik dan buruk, sedangkan mengenai kewajiban manusia merupakan wewenang wahyu, bukan wewenang akal.

Kajian 3

1. Keesaan Allah 
Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhāb al-hadīts dan ahl al-sunnah, Al-Asy’ari menulis ”bahwa Allah SWT. Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya.” Dalam membuktikan keesaan Allah SWT. al-Asy’ari menggunakan argumentasi rasional yang didasari atas ayat al- Qur’an. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, al-Asy’ari terlebih dahulu mengutip surah al-Syura ayat 11 dan surah al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan argumentasi rasional berdasarkan dua ayat di atas.14 Dalam bukunya yang lain, al-Asy’ari memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah SWT. dan kemudian diakhiri dengan kutipan surah al-Anbiya’ ayat
22.15 Pendekatan yang digunakan al-Asy’ari dalam memaparkan argumentasi pembuktian tauhid dan aspek aqidah yang lain, dengan demikian, menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional. Suatu hal yang kemudian menjadi ciri pengikutnya

2. Kebebasan berkehendak
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan memilih (takhyīran)” (Musawi, 2004).

Dengan berdasarkan keterangan dari Imam Ali di atas, menyiratkan bahwa sebenarnya kebebasan adalah fitrah manusia. Manusia diberikan kebebasan mutlak untuk memilih dan mengambil jalan hidupnya. Sebab, jika manusia terkurung secara ketat oleh “qadar” atau takdir Tuhan, maka secara logis manusia tidak memiliki pilihan dalam hidupnya, sehingga tidak berguna para Nabi atau ulama menerangkan kepada manusia.

Dalam pandangan Islam, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bebas. Ia bebas untuk berpikir, bertindak, dan untuk memilih apa yang menjadi pilihannya. Ia bebas pula dalam mencari kebahagiaannya. Sebab, hanya dengan kebebasan kita meyakini tentang tanggung jawab dan pilihan atas tindakan manusia.

3. Akal dan wahyu merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kedua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama-sama berpegang kepada wahyu, namun berbeda dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alquran dan hadits.

Kajian 4

1. Menurut Aliran Mu’tazilah. Bahwa sebelum datang wahyu, akal dapat dijadikan pedoman dalam menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, sehingga melakukan penalaran adalah wajib, karena dengan penalaran yang mendalam dapat mengetahui kewajiban-kewajiban. Dari empat masalah tersebut di atas, bagi aliran Mu’tazilah dapat diketahui melalui akal.

2. Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu'tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy'ariyah. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia, menurut Maturidiyah Semarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam kata arti sebenarnya, dan bukan dari kiasan. Perbedaannya dengan Mu'tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak di ciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya yang terdapat dalam faham Mu'tazilah. oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam Mu'tazilah.

3. Aliran Maturidiyah bukhara berpendapat bahwa kekuasaan tuhan bersiafat mutlak dan hanya dimiliki oleh tuhan. Tuhan berbuat apa yang dikehendakinya, dan tuhan tidak berbuat apa yang tidak dikehendakinya serta menentukan segalagalanya. Tuhan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap manusia, dan tidak ada zat apapun yang dapat menentang atau melarang tuhan untuk berbuat sesuatu. Tuhan tidak mungkin melanggar janji-janjiNya, memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat.

4. Pendapat aliran Maturidiyah mengenai sifat tuhan sama dengan pendapat Asy'ariyah yang menyatakan bahwa tuhan memiliki sifat. Maturidiyah berpendapat bahwa sifat sifat tuhan itu mulazamah (ada bersama; inhern) zat tanpa terpisah (innaha lam takun ain al-zat wa la hiya ghairuhu). Maturidiyah menetapkan sifat bagi Allah Swt tidak harus membawa kepada pengertian anthropomorphisme, karena sifat tidak berwujud yang terpisah dari zat, sehingga berbilang sifat tidak akan membawa pada berbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama). Tampaknya paham Maturidiyah tentang makna sifat tuhan cenderung mendekati paham mu’tazilah. Perbedaannya, al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat tuhan, sedangkan mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat tuhan.

Kajian 5

1. Dalam tradisi NU, bermazhab itu ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan bermazhab secara manhaji. Bermazhab seara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.

Bermazhab scara qauli tidak selamanya bisa dipertahankan sebab pengambilan keputusan hukum (produk hukum) oleh seorang imam atau sekelompok imam mujtahid tidak lepas dari situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya (sosial, budaya, geografi, politik dst), sementara zaman terus berubah dari tahun ke tahun dan dari waktu ke waktu.

Dalam era modern seperti sekarang ini, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, perubahan sosial begitu cepat dan problem-problem sosial pun semakin kompleks, maka ketentuan-ketentuan hukum (baca: doktrin) yang telah dirumuskan ASWAJA yang bersifat qaul atau aqwal tidak selamanya mampu menjawab problem dan tantangan zaman tersebut, maka yang harus segera dilakukan adalah merujuk mazhab secara manhaji, atau harus berani mencari alternatif lain dari ketentuan-ketentuan mazhab yang selama ini dijadikan frame of reference, sebab kalau tidak yang terjadi adalah kemandekan berpikir dan tidak berani mengeluarkan keputusan-keputusan hukum baru yang menjadi tuntutan masyarakat. Tradisi me-mauquf-kan masalah hukum menjadi trend jam’iyah NU karena regiditas --untuk tidak mengatakan fanatik-- dalam mengikuti salah satu mazhab. Ini yang menyangkut masalah fiqh.

Kajian 6

A. Tokoh imam madzhab dalam fiqih

Ahlussunnah wal Jama’ah berhaluan salah satu Madzhab yang empat. Seluruh ummat Islam di dunia dan para ulamanya telah mengakui bahwa Imam yang empat ialah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal telah memenuhi persyaratan sebagai Mujtahid. Hal itu dikarenakan ilmu, amal dan akhlaq yang dimiliki oleh mereka.

B. Sebab-sebab munculnya perbedaan madzhab dan khilafiyah dalam bermadzhab

Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam. Munculnya mazhab, sebagai bagian dari proses sejarah penetapan hukum islam tertata rapi dari generasi sahabat, tabi’in, hingga mencapai masa keemasaan pada khilafah Abbasiyah, akan tetapi harus diakui madzhab telah memberikan sumbangsih pemikiran besar dalam penetapan hukum fiqh Islam.Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat/mazhab dikarenakan perbedaan persepsi dalam ushul fiqh dan fiqh serta perbedaan interpretasi atau penafsiran mujtahid.Menganut paham untuk bermahzab, dikarenakan faktor “ketidakmampuan” kita untuk menggali hukum syariat sendiri secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Quran dan as-Sunnah).

C. Munculnya ahlul hadis dan ahlul ra'yi

Keterikatan yang sanga kuat terhadap guru pertama mereka yaitu Abdullah bin Mas’ud yang dalam metode ijtihadnya banyak dipengaruhi oleh metode Umar bin Khattab yang sering menggunakan ijtihad.

D. Munculnya qaidah-qaidah usul fiqh

Adalah sebagai pedoman bagi umat Islam untuk menyelesaikan masalah hukum yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa pedoman, mereka tidak dapat mengetahui batas-batas boleh-tidaknya sesuatu itu dilakukan, mereka juga tidak dapat menentukan perbuatan yang lebih utama untuk dikerjakan atau lebih utama untuk ditinggalkan.

E. Sejarah penyebaran imam yang empat

Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi, mempunyai nama lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi. lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah/699 M, bertepatan dengan masa khalifah Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari dengan nama Abu Hanifah yang berarti suci dan lurus, karena sejak kecil beliau dikenal dengan kesungguhannya dalam beribadah, berakhlak mulia, serta menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan keji.

F. Kelompok pemalsu hadits adalah kelompok Syiah YANG MEMALSUKAN HADITS Salah satu langkah yang ditempuh golongan batil untuk mencari pengikut, yaitu melalui pengadaan hadits-hadits palsu dan menyebarluaskannya di tengah manusia. Pasalnya, mereka tahu benar bahwa kaum Muslimin sangat mencintai sunnah (hadits-hadits) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ingin mengetahui lebih mendalam. Selanjutnya, mereka ini (golongan batil) mereka-reka hadits-hadits (palsu) dan menisbatkannya kepada Rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kajian 7 

1. mazhab Hanafi adalah Alquran, Sunnah, dan fatwa sahabat yang merupakan penyampai. Mazhab ini juga menggunakan qiyas sebagai dasarnya dan juga istihsan, yaitu qiyas yang berlawanan dengan nas. Imam Hanafi juga menggunakan ijma, yaitu kesepakatan para mujtahid mengenai suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.

2. Pemikiran Imam Malik

Imam Malik merupakan imam ahli sunnah (hadis). Beliau orang yang pertama kali menghimpun hadist yaitu kitab al-Muwaththa’. tajam dlm berfikir. Beliau mengumpulkan di dalam fiqhnya penjelasan yang pasti dengan nash al-qur’an, hadist dan fatwa sahabat serta menjaga kemaslahatan manusia dalam segala fatwanya

3. Pemikiran Imam Syafi'i

Imam Al Syafi’i disebut Faruq sebagai Imam ahl al Wasath wa al I’tidal atau tokoh moderat. Ia melalui kehidupan pertamanya di Hijaz dan pernah hafal hadits-hadits Muwatha karya Imam Malik, kemudian tinggal di Baghdad, Irak, dan sempat belajar pada Muhammad bin Hasan al Syaibani (749-804 M) salah seorang murid utama Abu Hanifah, dan akhirnya pindah ke Mesir. Ia menetap di sana sampai wafatnya.

4. Pemikiran Imam Ahmad Bin Hambal

Ahmad bin Hanbal (w. 855 M) disebut sebagai Imam mutasyaddidin atau tokoh yang sangat ketat dalam menggunakan pendekatan tekstual. Sebagian orang modern menyebutnya Imam kaum fundamentalis. Ia seorang muhaddits (ahli hadits) besar. Al-Thabari, guru besar ahli tafsir, bahkan menyebut Ahmad bin Hanbal sebagai ahli hadits dan bukan ahli fiqh.