UTS

Tugas UTS kajian ke 2 - 7

Tugas UTS kajian ke 2 - 7

oleh 2003401051026 AHMAD MUDESSIR -
Jumlah balasan: 0

Assalamualaikum wr wb

Nama : Ahmad mudessir

Nim : 2003401051026


Kajian 2

1. Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi (bahasa Arab: أبو منصور محمد بن محمد بن محمود الماتريدي السمرقندي الحنفي) (wafat 333 H / 944 M) adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan) yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama, ia berguru pada Abu Nasr al-'Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang ajaran-ajaran Mu'tazilah, Qarmatiyyah, dan Syi'ah.

2. Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya.

3. Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapai paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara'.

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta'wil Al Qur'an, Makhas Asy Syara'i, Al Jadl, Ushul Fi Ushul Ad Din, Maqalat Fi Al Ahkam Radd Awai'il Al Abdillah Li Al Ka'bi, Radd Al Ushul Al Khamisah Li Abu Muhammad Al Bahili,Radd Al Imamah Li Al Ba'ad Ar Rawafid Dan Kitab Radd 'Ala Al Qaramatah.

Kajian 3

1. Ada empat macam keesaan yang dimiliki Allah. Menurut para ulama, keesaan pertama, yaitu zat. Artinya Allah tidak terdiri dari bagian-bagian, namun satu tunggal. "Kedua, sifat. Walau dalam nama sifat itu sama dengan yang disandang oleh manusia, tetapi substansinya berbeda dengan sifat dan kadar makhluk lainnya," .Sementara, keesaan dalam perbuatan, artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena diciptakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang bisa tanpa seizin-Nya. Ketiga keesaan ini melahirkan keesaan dalam beribadah. "Keesaan dalam beribadah kepadanya menjadikan seseorang melakukan sesuatu demi karna Allah. Atau demi apa yang diperintahkan dan seizin Allah,"

2.Secara harfiah, free will memiliki arti kebebasan untuk berkehendak. Selain itu, free will juga bisa berarti kemampuan untuk bertindak dan membuat pilihan terlepas dari pengaruh luar apa pun. Free will erat kaitannya dengan liberalisme, tanggung jawab, dan hal-hal yang dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan secara bebas. Mengingat dengan adanya free will masyarakat bisa bebas dalam mengambil sikap, tentu saja ada konsekuensi yang harus diterima. Konsekuensi inilah yang kita sebut sebagai tanggung jawab. Apabila kita melakukan hal baik, konsekuensi yang akan kita dapat juga akan bersifat positif, dan begitu pula sebaliknya.

3. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal.

Kajian 4

1. Akal dan wahyu

Menurut Al Maturidi, akal tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya kecuali dengan bimbingan dari wahyu. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu pada saat itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanya mengikuti ketentuan akal mengenaik baik dan buruknya sesuatu. Dengan demikian wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing. Dalam mengenal kebaikan dan keburukan dengan akal, Al Maturidi sependapat dengan Mu'tazilah. Perbedaannya bahwa perintah kewajiban melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk didasarkan pada pengetahuan akal. Dalam persoalan ini, al maturidi berbeda pendapat dengan Al-Asy'ari. Menurut Asy'ari, baik dan buruk tidak terdapat pada sesuatu itu sendiri. Tetapi baik itu karena perintah Allah dan buruk karena larangan Allah. Sehingga berada diposisi tengah dari mu'tazilah dan Asy'ari.

2. Al-Maturidi mengatakan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaannya. Tuhan menciptakan daya dalam diri manusia dan manusia bebas menggunakannya. Kebebasan manusia dalam melakukan baik atau buruk tetap dalam kehendak Tuhan, tetapi memilih yang diridai-Nya atau yang tidak diridai-Nya.

3. Kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan Al Maturidi mengatakan bahwa qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi perbuatan dan kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.

4. Sifat tuhan Al-Maturidi tentang makna sifat Tuhan cenderung mendekati paham mu'tazilah. Perbedannya keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

Kajian 5

menjalankan tiga pilar dalam ber-NU yakni harakah, fikrah dan amaliah. Yaitu dengan cara mengingatkan pengurus dan warga NU harus sejalan dan memiliki gerak yang sama serta tidak terpengaruh kelompok lain yang merongrong pilar tersebut. Karena

Dalam beraqidah NU sudah sesuai dengan aqidah Islam yang diajarkan Rasulullah yang sudah dikemas rapih dalam manhaj Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.

Kajian 6

1. Ada empat imam yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal.

2. Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat/mazhab dikarenakan perbedaan persepsi dalam ushul fiqh dan fiqh serta perbedaan interpretasi atau penafsiran mujtahid.

3. Keterikatan yang sanga kuat terhadap guru pertama mereka yaitu Abdullah bin Mas’ud yang dalam metode ijtihadnya banyak dipengaruhi oleh metode Umar bin Khattab yang sering menggunakan ijtihad.

Minimnya mereka menerima hadist nabi, hal ini dikarenakan mereka hanya memilih hadist yang disampaikan oleh para sahabat yang datang ke Irak seperti Ibnu Mas’ud, Sa’ad bin Abi Waqqas, Ammar bin Yasar, Abu Musa al-Asy’ari dan sebagainya. Di samping itu, mereka juga minim menggunakan hadist sehingga mendorong mereka untuk menggunakan ijtihad. Hal ini dipengaruhi oleh ketatnya proses seleksi mereka terhadap hadist dengan cara memberikan kriteria-kriteria yang ketat. Sehingga mempengaruhi jumlah hadist yang mereka gunakan sebagai dasar pengambilan sebuah fatwa.Pada dasarnya, seleksi ketat yang mereka lakukan ini disebabkan oleh munculnya pemalsu-pemalsu hadist yang kala itu jumlahnya yang tidak sedikit.

Munculnya berbagai masalah baru yang membutuhkan legitimasi hukum. Masalah-masalah ini muncul dikarenakan pesatnya perkembangan budaya yang terjadi di Irak, seperti; budaya Persia, Yunani, Babilonia dan Romawi dan ketika budaya-budaya yang berkembang ini bersentuhan dengan ajaran Islam maka harus dicari solusi hukumnya. Minimnya hadis yang mereka peroleh menggiring mereka untuk menggunakan ijtihad.

4. Munculnya Kaidah-kaidah fiqih adalah salah satu hal penting sebagai pedoman bagi umat Islam untuk menyelesaikan masalah hukum yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa pedoman, mereka tidak dapat mengetahui batas-batas boleh-tidaknya sesuatu itu dilakukan, mereka juga tidak dapat menentukan perbuatan yang lebih utama untuk dikerjakan atau lebih utama untuk ditinggalkan. Dalam berbuat atau berprilaku mereka terikat dengan rambu-rambu dan nilai-nilai yang dianut, baik berdasarkan ajaran agama maupun tradisi tradisi yang baik.

5. Ikhtilaf bukan hanya terjadi para arena fiqih, tetapi juga terjadi pada lapanganteologi. Seperti kita ketahui dari sejarah bahwa peristiwa “tahkim” adalah titik awallahirnya mazhab-mazhab teologi dalam Islam.

6. Syekh Manna al-Qathhan, menjelaskan, Sebagian dari beberapa sekte tersebut menakwilkan Alquran dengan tartil yang tidak sesuai dengan hakikatnya, dan menggiring dalil-dalil sunah ke dalam makna yang tidak seharusnya, bahkan jika Keinginan mereka untuk menampilkan sangat kuat maka mereka menisbahkan kepada Rasulullah sebuah perkataan yang belum pernah Nabi sabdakan untuk mendukung gagasan mereka, terlebih lagi mengenai keutamaan para imam mereka.

Menurut Syekh Manna, para ulama telah menyebutkan bahwa indikasi pertama mengenai hal ini berasal dari kaum Syiah. Hal ini sama sekali belum pernah terjadi pada masa Rasulullah dan juga Tidak Pernah terucap dari lisan seorang sahabat pun. Adapun perbedaan yang terjadi di antara mereka, kata Syekh Manna, semata hanya merupakan perkara Ijtihad dalam agama, yang mana setiap mereka mengingkari kebenaran dan mengajak kepadanya, hanya saja pemalsuan itu muncul dari perselisihan politik yang terjadi pada masa tabiin.

Kajian 7

1. Imam Abu Hanifah (w. 767 M). Ia dipandang sebagai Imam al Mujaddidin atau Imam ahl al-Ra’y, tokoh aliran rasionalis. Abu Hanifah adalah penduduk asli Kufah, Irak, keturunan Persia, Iran. Sebuah kota metropolitan dan salah satu pusat peradaban dunia. Ia seorang pedagang kain. Diriwayatkan orang bahwa dia pernah berkata : “Pengetahuan yang menjadi milik kita adalah pendapat pikiran kita. Inilah yang terbaik yang dapat kita capai. Mereka yang memiliki pikiran yang berbeda adalah hak mereka sebagaimana kita berhak atas pikiran kita.” (Mazhab ini diperkirakan dianut oleh sekitar 45% muslim di dunia)

2. Imam Malik bin Anas (w. 795 M) disebut sebagai Imam al Muhafizhin atau tokoh yang kuat memegang tradisi masyarakat Madinah. Ia banyak mempertimbangkan tradisi Madinah, tempat ia menghabiskan usianya. Imam Malik dikenal banyak menggunakan tradisi Madinah sebagai dasar hukum. Bahkan dikatakan ia seringkali lebih mengutamakan praktik tradisi Madinah itu daripada hadits Ahad. Imam Malik menganggap praktik umum masyarakat Madinah sebagai bentuk sunnah yang otentik dalam bentuk perbuatan, bukan sekadar kata-kata. Ia dianggap sebagai kesepakatan penduduk Madinah yang memilki sumber dari sahabat dan dari Nabi. (Mazhab ini dianut oleh sekitar 25 % muslim di dunia).

3. Imam Al Syafi’i (w. 820 M) disebut Faruq sebagai Imam ahl al Wasath wa al I’tidal atau tokoh moderat. Ia melalui kehidupan pertamanya di Hijaz dan pernah hafal hadits-hadits Muwatha karya Imam Malik, kemudian tinggal di Baghdad, Irak, dan sempat belajar pada Muhammad bin Hasan al Syaibani (749-804 M) salah seorang murid utama Abu Hanifah, dan akhirnya pindah ke Mesir. Ia menetap di sana sampai wafatnya. Ia diikuti oleh kirang lebih 28 % muslim dunia).

4. Ahmad bin Hanbal (w. 855 M) disebut sebagai Imam mutasyaddidin atau tokoh yang sangat ketat dalam menggunakan pendekatan tekstual. Sebagian orang modern menyebutnya Imam kaum fundamentalis. Ia seorang muhaddits (ahli hadits) besar. Al-Thabari, guru besar ahli tafsir, bahkan menyebut Ahmad bin Hanbal sebagai ahli hadits dan bukan ahli fiqh. Ia sering disebut juga pemimpin kaum “salafi”. (Pengikutnya hanya 5% dan sekarang menjadi mazhab hukum di Arab Saudi).