UTS

Musrifah(2003401051071)

Musrifah(2003401051071)

oleh 2003401051071 MUSRIFAH -
Jumlah balasan: 0

jelaskan sejarah pemikiran imam al-maturidi Sebagai madzhab aqidah aswaja berikut:


 1.Biografi singkat al-Maturidi 2.Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja


   3. Proses Perkembangan Teologi Al-Maturidi Di Samarkand Dan Bukhara.


Nam:MusrifahN


im:2003401051071


Kelas:L

Prodi:Agribisnis

Kajian 2 


 Abu Manshur al-Maturidi, Imam Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah Muhammad Tholhah al Fayyadl Jumat 26 Juni 2020 12:00 WIB BAGIKAN: Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya. ADVERTISEMENT Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur (w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi). Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi Sejak Khalifah al-Mutawakkil dari dinasti Abbasiyyah mengucilkan ajaran sekte Muktazilah pada tahun 234 H maka semenjak itulah ajaran sekte Muktazilah mulai menyingkir ke daerah-daerah sekitar Asia Tengah. Begitu juga dengan sekte Qaramithah yang mencapai kejayaan dakwahnya di daerah Asia Tengah sekitar tahun 261 hingga tahun 278 H. Ditambah dengan pengaruh ajaran Zoroaster dan beberapa ajaran agama lain yang mengakar kuat sejak dahulu di Asia Tengah. Hal ini juga disebabkan letak daerah Asia Tengah yang strategis sebagai jalur perdagangan dan pertemuan budaya dari daratan China hingga kawasan Timur tengah. Maka, tampillah Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits.


Jelaskan Doktrin Aqidah Aswaja al-Asy'ari berikut:


1. Keesaan Allah  

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)  

3. Akal dan Wahyu  

Nama:Musrifah

Nim:2003401051071

Prodi:Agribisnis

Kelas:L

Kajian 3

Salah satu isu yang sangat krusial dalam diskursus pemikiran Islam adalahMenentukan relasi yang ideal antara wahyu dan akal dan bagaimana seharusnya memosisikan akal dan wahyu dalam mengeksekusi dan memahami ajaran Tuhan dalam kehidupan manusia. Secara normatif wahyu dan akal merupakan dua potensi yang telah mendapat legitimasi dari Tuhan untuk dieksploitasi manusia untuk mewujudkan cita-cita luhur yang diridai Tuhan. Sadar ataupun tidak, sejarah telah memberikan informasi bahwa institusi akal dengan segala problematikanya telah bertanggungjawab bagi lahirnya berbagai macam aliran.

Aliran yang pertama kali memainkan institusi akal dalam wacana keagamaan adalah aliran Mu’tazilah yang nota bene berpaham Qadariyah. Aliran ini pun diapresisasi karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengembangan pemikiran Islam. Mu’tazilah telah mendiskusikan wacana-wacana penting seperti qad{a dan qadar, sifat-sifat ketuhanan, perbuatan manusia dengan sangat filosofis atau memberikan kebebasan penuh pada akal dalam memahaminya.Mu’tazilah mendapat apresisasi yang tinggi terutama dari pemerintah saat itu,namun ummat Islam menyesalkannya karena telah memberikan kebebasan mutlak pada akal dalam memahami isu-isu keislaman. Sehingga dalam kondisis demikian



Nama:Musrifah

Nim:2003401051071

Kelas;L

Prodi:Agribisnis

Kajian 4 

jelaskan doktrin Aqidah Aswaja al-Maturidi beriut:

1. Akal dan wahyu 

2. Perbuatan manusia   

3. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan   

4. Sifat Tuhan

pemikiran teologis Al-Maturidi lebih rasional dari pada pemikiran Al-Asy’ari. Pendapatnya Iebih dekat dengan Mu'tazilah, seperti dalam menjelaskan tentang Anthropomorphisme, kewajiban Allah terhadap manusia, beban di luar kemampuan manusia, pelaku dosa besar, kemampuan akal dan fungsi wahyu, pengiriman rasul serta janji dan ancaman. Tetapi juga kadang-kadang berposisi di tengah-tengah antara faham Mu’tazilah dan Al-Asy'ari, seperti dalam menjelaskan tentang sifat Allah, kalam Allah, dan perbuatan manusia. 2. Walaupun Al-Maturidi sama-sama tokoh Ahlus Sunah Wal- Jama’ah dengan Al-Asy'ari, namun secara garis besar pendapat-pendapatnya lebih dekat dengan Mu'tazilah. Ini menunjukkan bahwa pemikiran-pemikiran teologis Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak sedikit yang berdekatan dengan faham Mu’tazilah.

  konsep ‘keadilan Tuhan’, bahwa Tuhan itu hanya memunculkan perbuatan baik. 

Dia tak berkuasa untuk berlaku tidak baik. Perbuatan jelek hanya muncul dari yang mempunyai cacat, padahal Tuhan tidak punya cacat. Selain itu beliau juga mengemukakan bahwa Sabda Tuhan itu tidak qadim yang kemudian menjadi pemikiran teologis yang kontraversial. Selanjutnya lihat Harun Nasution, Islam

Berita yang bersifat umum seperti pengetahuan tentang silsilah, geografi, sejarah, politik dan lainnya.

Sumber kedua dari pengetahuan keagamaan adalah akal. 

Ada lima (5) argumen untuk memberikan kevalidan akal yaitu argumen teleologis, argumen dari alam, psikologis, sosiologis dan eksistensi. Untuk memperoleh pengetahuan yang bersumber dari akal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu indra dan pemikiran spekulatif, baik berupa metafisika, hermeneutik maupun analogi.15 Dari pembahasan mengenai teori pengetahuan al-Maturidi tersebut nampak bahwa beliau merupakan tokoh yang independen, secara intelektual dan serius membangun teori pengetahuan teologi. Selain itu beliau mampu memadukan antara tradisi dan akal dalam kesatuan sistem melalui berbagai metode yang dikembangkannya. 

Teori pengetahuan al-Maturidi ini akan nampak dalam pemikiran teologisnya, baik yang berkaitan dengan manusia, alam dan Tuhan.

2. Pemikiran tentang Manusia

a. Peranan Akal Al-Maturidi telah mencoba memadukan antara peranan tradisi dan akal dalam kesatuan organik. Keduanya dianggap saling melengkapi dan bergantung. Persoalan peranan akal senantiasa dihubungkan dengan wahyu. Uraian berikut akan difokuskan kepada empat (4) macam persoalan yaitu :

1) Kemampuan akal untuk mengetahui Tuhan

2) Kemampuan akal untuk mengetahui kewajiban mengenal Tuhan 

3) Kemampuan akal untuk mengetahui baik dan jelek 

4) Kemampuan akal untuk mengetahui kewajiban melakukan yang baik dan mencegah dari yang jelek.

Menurut Maturidiyah Samarkand, akal mampu mengetahui persoalan 1, 2, dan 3. Adapun dalam persoalan 4 akal manusia tidak •mampu dan hanya dapat diketahui melalui wahyu. Sementara itu 

Maturidiyah Bukhara agak berbeda. Menurut kelompok ini akal

•Pemikiran tentang Tuhan

a. Keberadaan Tuhan

Dalam wacana filsafat dan teologi ada tiga argumen yang digunakan untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Ketiga argumen tersebut yaitu kosmologis, teleologis, dan ontologis. William Rowe memasukkan argumen teleologis dan kosmologis ke dalam metode a posteriori, sedangkan argumen ontologis masuk dalam metode a priori.28 Metode a posteriori merupakan cara yang berdasarkan pada prinsip atau premis yang hanya dapat diketahui melalui pengalaman manusia. Sedangkan a priori merupakan cara memperoleh pengetahuan sesuatu dengan hanya memikirkan dan memahami secara mendalam tentang alam.Al-Maturidi lebih banyak menggunakan argumen kosmologis (a posteriori) dalam membuktikan tentang keberadaan Tuhan. Argumen ini bersifat deduktif kebalikan dari argumen teleologis yang bersifat induktif. Argumen ini terdiri dari premis dan kesimpulan, misalnya :29

1) alam itu berisi makhluk hidup dan mati.

2) setiap makhluk hidup tidak mengetahui tentang permulaannya dan tak mampu menciptakan sesuatu yang sederajat dengan dirinya serta tidak mampu memperbaiki Kebobrokannya.

3) oleh karena itu makhluk hidup, diciptakan oleh sesuatu yang lain di luar dirinya, demikian pula makhluk mati 

Nama;Musrifah

Nim:2003401051071

Prodi;Agribisnis

Kelas:L

Kajian 5


jelaskan menurut saudara bagaimana Problematika Konseptual Aqidah Yang Dihadapi NU di masyarakat umum?


Sebelum mendiskuksikan topik di atas lebih jauh, yang perlu dijelaskan di sini adalah mengenai pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah (yang selanjutnya disingkat ASWAJA). Apa yang dimaksud Aswaja di sini adalah sebuah kelompok atau gerakan dalam sejarah, yang bisa dipahami sebagai sebuah doktrin yang telah dirumuskan (dari aspek teologis) oleh Al-Asy’ari di Bashrah, Al-Maturidi di Samarkand dan At-Thahawi di Mesir. Setidaknya inilah yang dianggap “paling” representatif dalam menjabarkan dan mengimplementasikan ASWAJA dalam pengertian ma ana ‘alaihhi wa ashabi sebagaimana yang disebut dalam hadis Nabi itu (meski riwayat hadis tersebut masih debatable, ikhtilaf).


Islam sebagai agama yang memuat ajaran-ajaran untuk menjadi pegangan hidup manusia termaktub dalam al-Qur’an dan al-Hadis atau Sunnah Rasul. Al-Qur’an sebagai wahyu yang memuat ajaran-ajaran tidak bisa dipahami dengan baik tanpa melalui pemahaman yang baik pula. Di sini yang bisa menjelaskan dan menterjemahkan al-Qur’an secara tepat adalah Rasul itu sendiri. Oleh sebab itu pada saat Rasul masih hidup segala persoalan yang berkaitan dengan agama dapat dijelaskan oleh beliau, sebab apa yang diucapkan oleh Rasul adalah wahyu juga. Hadis atau sunnah sendiri berfungsi sebagai penjelas dan petunjuk-petunjuk yang belum termaktub dalam al-Qur’an. Tetapi begitu Rasul meninggal maka persoalan agama menjadi pekerjaan rumah umat untuk bisa memahami sendiri melalui ijtihadnya masing-masing. Persoalan-persoalan yang muncul setiap kurun sangat beragam dan bertambah kompleks sementara tidak seluruh aturan-aturan hukum bisa diketahui secara langsung dari nash al-Qur’an maupun al-Hadis atau al-Sunnah. Di sinilah maka peran ijtihad sangat penting. Tetapi karena tidak semua orang mampu melakukan ijtihad, maka yang lain bisa mengikuti imam mujtahid atau aimmat al-mazhab, 

Nama:Musrifah

Nim:2003401051071

Prodi:Agribisnis

Kelas:L

Kajian 6


A. Tokoh imam madzhab dalam fiqih B. Sebab-sebab munculnya C. Munculnya ahlul hadis dan ahlul ra'yi D. Munculnya qaidah-qaidah usul fiqh E. Sejarah penyebaran imam yang empat F. Kelompok pemalsu hadits


Madzhab Akidah, Fiqih, dan Tasawuf NU


Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw., telah melalui perjalanan yang panjang. Pasca wafatnya Rasulullah Saw., bermunculan firqah-firqah (golongan-golongan) dalam umat Islam, yang satu dan lainnya sulit didamaikan, apalagi dipersatukan.[1] Nahdhatul Ulama (NU) yang berpaham Ahlussunah wal Jama’ah memiliki tanggung jawab besar dalam rangka melindungi umat Islam tetap berada dalam tuntunan ajaran Islam yang lurus. Oleh sebab itu, NU telah memberikan garis-garis yang jelas tentang sikap keagamaannya, baik dalam masalah akidah, syariah, tasawuf, maupun siyasah.NU mendasarkan paham keagamaannya pada Al-Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Hadist sendiri tentu berbeda-beda antara satu paham dan lainnya. Jadi, meskipun paham-paham dalam Islam mendasarkan sikap keagamaan terhadap Al-Qur’an dan Hadist, namun pemahaman dan tafsir atas dasar tersebut berbeda.Dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya, NU mengikuti Ahlussunnah wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan madzhab


1.. Dalam bidang akidah, NU mengikuti paham Ahlussunnah wal Jamaah yang dipelopori oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi


2. Dalam bidang fiqih, NU mengikuti jalan pendekatan (madzhab salah satu dari madzhab Imam Abu Hanifah an-Nu’man, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.


3. Dalam bidang tasawuf mengikuti, antara lain Imam Junaid al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali, serta imam-imam lainnya,[2] seperti Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.




4. Dalam Siyasah mengikuti Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad al-Mawardi


Di bawah ini dijelaskan lebih rinci tentang sikap keagamaan NU, baik dalam hal akidah, syariah, tasawuf, dan siyasah. Penjelasan tentang hal tersebut tidak mungkin menghindarkan dari biografi tokoh pendiri madzhab yang diikuti oleh NU.

Nama:Musrifah


Nim:2003401051071


Prodi:agribisnis


Kelas:L

Kajian 7


jelaskan POKOK-POKOK PEMIKIRAN IMAM YANG EMPAT berikut ini

A. PEMIKIRAN IMAM YANG EMPAT  

1. Pemikiran Imam Hanafi  

2. Pemikiran Imam Malik 

3. Pemikiran Imam Syafi'i   

4. Pemikiran Imam Ahmad Bin Hambal  


  Dalam Islam kita mengenal empat imam madzhab besar yang terkenal sampai kepada seluruh umat di zaman yang silam dan zaman sekarang. Mereka itu adalah Abu Hanifah Annu’man atau yang sering dikenal dengan nama Hanafi, Malik Bin Anas atau yang sering dikenal dengan nama Maliki, Muhammad Idris Asy-syafi’i atau yang sering dikenal dengan nama Imam Syafi’i, dan Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal yang sering dikenal dengan nama Hambali. Karena pengorbanan dan bakti mereka yang besar terhadap agama islam yang maha suci, khususnya dalam bidang ilmu fikih mereka telah sampai ke peringkat atau kedudukan yang baik dan tinggi dalam islam.Peninggalan mereka merupakan amalan ilmu fikih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi agama islam dan kaum muslimin umumnya. Pandangan-pandangan dari ke empat madzhab lebih dikenal kaitannya dalam studi ilmu fiqih, yang mana mereka mempunyai perbedaan pendapat dalam menganalisa tentang kedudukan dan penerapan hukum Islam.Dalam makalah/paper ini akan dibahas lebih spesifik tentang salah satu imam madzhab besar yaitu Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i rahimahullahu atau Imam Syafi’i. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam makalah/paper ini adalah tentang landasan hukum yang digunakan Imam Syafi’i dalam menentukan hukum islam serta perkembangan hukum islam atau madzhab Syafi’i tersebut.Imam Syafi’i merupakan pencetus atau pelopor tentang ilmu ushul fiqh. Beliau merupakan orang pertama yang menyusun sebuah buku ushul fiqh yang dikenal dengan ar-Risalah yang dibuat sebagai disiplin ilmu atau pedoman untuk para peminat hukum islam. Tujuannya agar tidak ada terjadinya kesalahan dalam pengertian syari’at yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist serta agar penganut agama islam yang bukan berasal dari bangsa arab dapat memahami isi dari Al-Qur’an dan Hadist maka dibutuhkannya kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang kemudian dinamakan ushul fiqh tersebut.