kajian ke 2

Biografi, pemikiran, dan proses perkembangan

Biografi, pemikiran, dan proses perkembangan

oleh 2003401051029 MUJIBUR ROHMAN -
Jumlah balasan: 0

Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam. Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand yang terletak di seberang sungai. Wikipedia

Kelahiran: 853 M, Samarkand, Uzbekistan

Meninggal: 944 M, Samarkand, Uzbekistan

Kebangsaan: Iran

Tempat pemakaman: Chokardiza

Terpengaruh oleh: Abu Hanifah

[26/4 13.05] Joo Won: Pemikiran Teologis Al-Maturidi 1.  Tentang Sifat Allah Mengenai pendapat Maturidi tentang sifat-sifat Allah ini terdapat dua penjelasan yang berbeda.  Harun Nasution menjelaskan, Maturidi sependapat dengan Asy’ari bahwa Allah mempunyai sifat-sifat, yang lain dari zatnya.  Kata Maturidi Allah mengetahui bukan dengan Zat-Nya tapi dengan pengetahuannya (dengan sifat pengetahuan) dan berkuasa bukan dengan zatnya.  Penjelasan yang berbeda tentang ini diberikan oleh Syekh Abu Zahrah.  Kata Abu Zahrah  (1946:207-208), Maturidi menetapkan adanya sifat-sifat Allah, tapi sifat-sifat itu bukan sesuatu yang lain dari zat; sifat-sifat itu bukanlah sifat-sifat yang berdiri dengan zat, tidak pula terpisah dari zat. Sifat-sifat itu tidak memiliki wujud yang lepas dari zat, sehingga tidak daqat berbilangnya sifat membawa kepada berbilangnya wujud yang qadim.  Pendapat Maturidi itu menurut Abu Zahrah sebenarnya mendekati paham Multazilah atau hampir sama dengan Mu'tazilah. Ibrahim Madkur mengemukakan bahwa kaum Maturidiyyah menetapkan adanya sifat-sifat Allah yang berbeda dari sifat-sifat wujud yang baru. Selanjutnya dikemukakan sebagai berikut: فالله عالم بعلم لا كالعلوم وقادر بقدرة لا كالقدر (Maka Allah mengetahui dengan ilmu yang tidak seperti ilmu-ilmu yang lain, dan berkuasa dengan kekuasaan yang tidak seperti kekuasaan-kekuasaan lain). Sementara kaum Asy'ariyyah memandang Al-Baqa’ sebagai sifat tambahan atas zat ( (زائدة على الذاتmaka kaum Maturidiyyah mengingkarinya. Dalam keterangan Ibrahim Madzkur disebutkan juga bahwa kaum Maturidiyyah seperti halnya kaum Asy’ariyah, menetapkan  sifat-sifat Zatiyah seperti: ‘ilm, qudrah, iradah dan lain-lain serta memandang sifat-.sifat tersebut sebagai makna qadim yang beridiri pada zat Allah, tapi sifat-sifat itu bukanlah zatnya dan bukan pula lain dari zat-Nya (A. Aziz Dahlan, 1987:113). Demikianlah kita jumpai dua penilaian.  Di satu sisi menyatakan, bahwa Maturidi sepaham dengan Asy’ariyyah dan di sisi lain menyatakan, bahwa Maturidi hampir sepakat dengan Mu’tazillah.   2.Tentang Anthropomorphisme Anthropomorphisme atau at-tasybih, yaitu paham yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota badan atau Allah mempunyai sifat-sifat Jasmaniyah yang sama dengan sifat-sifat jasmani manusia. Al-Maturidi menolak faham di atas. Kata Al-Maturidi bahwa Allah harus disucikan dari sifat-sifat jasmani, tempat dan waktu, maka apabila terdapat ayat-ayat yang menunjukkan sifat-sifat tersebut, seperti  Allah memiliki muka, tangan, mata, kaki dan lain sebagainya harus dita’wilkan. Maka ayat yang berbunyi: ونحن اقرب اليه من حبل الوريد (ق: 16) "Dan Kami lebih Hekat kepadanya dari urat nadi”  dita’wil oleh al- Maturidisebagai isyarat kepada kerajaan Allah dan kesempurnaan kekuasaannya. Dengan paham ini al-Maturidi lebih dekat dengan Mu’tazailah. Begitu pulka dalam menafsirkan tangan, muka, mata dan kaki adalah kekuasaan dan kekuatan Allah (Abu Zahrah, 1946: 207 208).   3.Tentang Al-Our’an Tentang Al-Qur'an makhluk atau bukan, maka Maturidi menetapkan bahwa kalamullah adalah makna  yang berdiri pada zat-Nya dan dengan demikian merupakan satu sifat dari sifat-sifat yang berhubungan dengan zat-Nya, qadim –dengan qadimnya zat Yang Maha Tinggi—tidak tersusun dari kiata dan huruf. Adapun Al-Qur 'an al-Karim yang terdi  dari huruf dan kata, yang menunjuk kepada makna yang qadim adalah baru dan dengan demikian Maturidi sependapat dengan Multazilah.  Maturidi kata Abu Zahrah menyatakan bahwa al-Qur'an itu baru (hadits) kendati tidak menyebutnya makhluk atau tidak makhluk.  Pada tulisan Harun Nasution dijumpai keterangan yang agak berbeda.  Dikatakan bahwa kaum Maturidiyyah dengan kedua golongannya (Maturidi Samarkand dan Bukhara) sependapat dengan kaum Asy'ariyyah bahwa sabda Tuhan atau Qur'an adalah kekal.  Qur’an kata Maturidi adalah sifat kekal dari Tuhan, satu, tidak terbagi, tidak bahasa Arab atau bahasa Syria, tetapi diucapkan manusia dalam ekspresi berlainan. Bazdawi sendiri sebagai tokoh Bukhara hanya mengatakan bahwa apa yang tersusun dan disebut Qur’an bukanlah sabda Tuhan, tetapi merupakan tanda dari sabda Tuhan.  Qur’an disebut kalamullah dalam arti kiasan (Harun Nasution, 1998:139).   Pendapat Al-Maturidi ini dijelaskan pula oleh Al-Bayadhi dalam Isyarat Al-Maram, bahwa Allah berfirman tetapi tidak sebagaimana perkataan manusia.  Pernyataan ini sebagai petunjuk adanya penolakan: pertama, terhadap Mu’tazilah yang meniadakan adanya al-Kalam an-Nafsi, kedua, terhadap pendapat Al-Hasywiyyah yang menyatakan bahwa kalam Allah adalah berupa ucapan, qadim, tersusun dari beberapa huruf dan kalimat, berdiri pada dzat-Nya, ketiga, terhadap pendapat Al-Karamiyah yang menyatakan bahwa kalam Allah adalah berupa ucapan, tetapi ia adalah baru (hadits) yang berdiri pada zat-Nya (Ahmad Taqwim, 1990:.3). Dengan demikian jelas pendapat Al-Maturidi senada dengan pendapat Al-Asylari, yang sama-sama menolak Mu’tazilah. Sebagaimana  kata Mu'tazilah, bahwa firman Allah bukanlah sifat, tetapi perbuatan Allah yang sekaligus menyatakan bahwa Al-Qur’an tidak bersifat kekal tetapi baru (hadits) dan ciptaannya (makhluk) (Harun Nasution, 1989:143-144).

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.


Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapai paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara'. 


Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta'wil Al Qur'an, Makhas Asy Syara'i, Al Jadl, Ushul Fi Ushul Ad Din, Maqalat Fi Al Ahkam Radd Awai'il Al Abdillah Li Al Ka'bi, Radd Al Ushul Al Khamisah Li Abu Muhammad Al Bahili,Radd Al Imamah Li Al Ba'ad Ar Rawafid Dan Kitab Radd 'Ala Al Qaramatah.


Munculnya aliran Maturidiyah bersama-sama dengan Asy'ariyah sebagai reaksi terhadap aliran Mu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang diidentifikasikan sebagai kelompok ahl- al sunnah wal al jamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan-perbedaan paham di antara keduanya. Sekalipun perbedaannya tidak terlalu jauh. Pada aliran Maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand dan Bukhara.


1.      Kelompok Samarkand adalah pengikut Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w. 944 M)  di mana    paham-paham teologinya lebih dekat kepada Mu'tazilah yang rasional.



2.      Kelompok Bukhara adalah pengikut dari Yusar Muhammad al-Bazdawi (w.1100 M) yang pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-Asy'ariyah yang tradisional.


Dengan demikian sejarah perkembangan teologi Islam sebagai fakta dan realita yang mengungkapkan pemikiran-pemikiran tokoh itu tidak selamanya sama dengan pengikutnya. Dengan kata lain tidak mutlak antara seorang murid dengan gurunya mempunyai pemikiran yang selalu sama.