jelaskan menurut saudara bagaimana Problematika Konseptual Aqidah Yang
Dihadapi NU di masyarakat umum?
Di bidang teologi, banyak doktrin-doktrin yang kadang-kadang juga perlu kita tinjau ulang. Oleh sebab itu yang berlu kita sadari, bahwa ASWAJA itu merupakan pola pikir (manhaj al-fikr) yang sebagian relevan dan sebagian lain mungkin perlu dikaji ulang (baca: rekonstruksi). Kita tidak bisa memaksakan ASWAJA sebagai teologi kemapanan (estabilished), tetapi ia merupakan khazanah, turats yang tidak selalu benar adanya. Dengan begitu, maka ASWAJA sebagai manhaj al-fikr tidak lain adalah proses dinamika pemikiran yang terus berkembang dan tidak pernah selesai.
Kini saatnya kita mengembangkan pemikiran-pemikiran teologis yang menyentuh pada persoalan-persoalan praktis yang terjadi di masyarakat dan kepentingan umat manusia. Pemikir-pemikir teologi yang bersifat idealis dan cenderug mengusik Zat Tuhan perlu segera dibalik untuk lebih cenderung antroposentris dan populis (at-tafkir fi khalqillah la fi dzatillah). Pemikiran-pemikiran teologis klasik (Hassan Hanafi memakai istilah tradisional), baik pemikiran teologi Mu’tazilah maupun Asy’ariyah banyak disorot oleh pemikir-pemikir kontemporer seperti Iqbal, Abduh, Arkoun dan Hassan Hanafi. Misalnya konsep al-Ghazali dianggap tidak relevan lagi dengan realitas keilmuan yang berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas kalam al-Asy’ari tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan baik dalam wilayah kosmologi maupun humaniora (lihat, Amin Abdullah 1994: al-Baghdadi: 330). Seperti yang dikatakan Tolchah Hasan (1994: 6), setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian bagi pengikut mazhab, yaitu : mengikuti kebenaran ajaran, mengetahui hakikat realitas yang terjadi, dan mengadaptasikan yang satu dengan yang lain secara proporsional.
Harap maklum jika pemikiran teologis klasik begitu melambung jauh dan bersifat metafisik-spekulatif. Karena memang sumber inspirasinya berasal dari Platonis dan Neo-Platonis baik pemikiran Asy’ariyah maupun Mu’tazilah. Oleh karena itu, Hassan Hanafi (1999:7) berbeda dengan para pemkir Islam pada umumnya, memberikan pengertian teologi bukan ilmu tentang ketuhanan yang menurut pengertian epistemologisnya terdiri dari logos dan theos, namun ia merupakan ilmu perkataan (ilmu kalam). Karena menurutnya person Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Teologi dimaknai sebagai antropologi yang berarti ilmu tentang manusia, ilmu yang merefleksikan konflik-konflik sosial politik dan sebuah masyarakat berkepercayaan.
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.
Dalam tradisi NU, bermazhab itu ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan bermazhab secara manhaji. Bermazhab seara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.
Bermazhab scara qauli tidak selamanya bisa dipertahankan sebab pengambilan keputusan hukum (produk hukum) oleh seorang imam atau sekelompok imam mujtahid tidak lepas dari situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya (sosial, budaya, geografi, politik dst), sementara zaman terus berubah dari tahun ke tahun dan dari waktu ke waktu.
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.
Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika.1 Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi karena didukung oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi seperti televisi, DVD/VCD, jaringan internet, hand phone dengan pasilitas canggih dan sebagainya.2 Demoralisasi itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam. Akibatnya masyarakat mengalami apa yang disebut dengan pendangkalan budaya moral dan kehilangan rasa malu. Dengan demikian peranan dakwah sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki dan mengarahkan umat pada jalan kebenaran. Sementara itu, dakwah untuk mengembalikan ummat manusia kepada fitrahnya, nampak kehilangan ruh (hakekat dan semangat dakwah). Sehingga, dakwah tidak memiliki metode, pedoman dan arahan yang jelas. Terutama untuk menjadikan kaum muslimin sebagai khairu ummah, yang dapat memainkan peran utama dalam kancah kepemimpinan dunia, dan teladan di tengah masyarakat.
1.A. Dasar pendidikan aqidah adalah al-Qur‟an dan as-Sunnah Artinya apa Saja yang disampaikan Allah dalam al-Qur‟an dan oleh rasul-Nya dalam Sunnahnya wajib diimani dan diamalkan.
• A. Al-Qur‟an dijadikan sumber pendidikan yang pertama dan utama Karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Menciptakan Manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu Termaktub dalam wahyu-Nya.
• B. As-Sunnah
Al-Quran sebagai sumber segala sumber hukum Islam hanyalah Memuat prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Adapun sebagian ayatnya yang menguraikan prinsip-prinsip dasar tersebut secara rinci merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh kandungan al-Qur‟an masih perlu penjelasan.
B. Ruang Lingkup Akidah
Pembahasan akidah mencakup:
1. Illahiyyat (ketuhanan). Yaitu yang memuat pembahasan yang berhubungan Dengan Illah (Tuhan, Allah) dari segi sifat-sifat- Nya, nama-nama-Nya, dan Af‟al Allah. Juga dipertalikan dengan itu semua yang wajib dipercayai oleh Hamba terhadap Tuhan.
2. Nubuwwat (kenabian). Yaitu yang membahas tentang segala sesuatu yang Berhubungan dengan Nabi dan Rasul mengenai sifat-sifat mereka, ke-Ma‟shum-an mereka, tugas mereka, dan kebutuhan akan keputusan mereka.
3. Ruhaniyyat (kerohanian). Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang Berhubungan dengan alam bukan materi (metafisika) seperti jin, malaikat, Setan, iblis, dan ruh.