klajian ke 5

kajian ke 5

kajian ke 5

oleh 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I -
Jumlah balasan: 22

jelaskan menurut saudara bagaimana Problematika Konseptual Aqidah Yang

Dihadapi NU  di masyarakat umum?

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051028 NOVA ELIZA -

Di bidang teologi, banyak doktrin-doktrin yang kadang-kadang juga perlu kita tinjau ulang. Oleh sebab itu yang berlu kita sadari, bahwa ASWAJA itu merupakan pola pikir (manhaj al-fikr) yang sebagian relevan dan sebagian lain mungkin perlu dikaji ulang (baca: rekonstruksi). Kita tidak bisa memaksakan ASWAJA sebagai teologi kemapanan (estabilished), tetapi ia merupakan khazanah, turats yang tidak selalu benar adanya. Dengan begitu, maka ASWAJA sebagai manhaj al-fikr tidak lain adalah proses dinamika pemikiran yang terus berkembang dan tidak pernah selesai.

Kini saatnya kita mengembangkan pemikiran-pemikiran teologis yang menyentuh pada persoalan-persoalan praktis yang terjadi di masyarakat dan kepentingan umat manusia. Pemikir-pemikir teologi yang bersifat idealis dan cenderug mengusik Zat Tuhan perlu segera dibalik untuk lebih cenderung antroposentris dan populis (at-tafkir fi khalqillah la fi dzatillah). Pemikiran-pemikiran teologis klasik (Hassan Hanafi memakai istilah tradisional), baik pemikiran teologi Mu’tazilah maupun Asy’ariyah banyak disorot oleh pemikir-pemikir kontemporer seperti Iqbal, Abduh, Arkoun dan Hassan Hanafi. Misalnya konsep al-Ghazali dianggap tidak relevan lagi dengan realitas keilmuan yang berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas kalam al-Asy’ari tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan baik dalam wilayah kosmologi maupun humaniora (lihat, Amin Abdullah 1994: al-Baghdadi: 330). Seperti yang dikatakan Tolchah Hasan (1994: 6), setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian bagi pengikut mazhab, yaitu : mengikuti kebenaran ajaran, mengetahui hakikat realitas yang terjadi, dan mengadaptasikan yang satu dengan yang lain secara proporsional.

Harap maklum jika pemikiran teologis klasik begitu melambung jauh dan bersifat metafisik-spekulatif. Karena memang sumber inspirasinya berasal dari Platonis dan Neo-Platonis baik pemikiran Asy’ariyah maupun Mu’tazilah. Oleh karena itu, Hassan Hanafi (1999:7) berbeda dengan para pemkir Islam pada umumnya, memberikan pengertian teologi bukan ilmu tentang ketuhanan yang menurut pengertian epistemologisnya terdiri dari logos dan theos, namun ia merupakan ilmu perkataan (ilmu kalam). Karena menurutnya person Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Teologi dimaknai sebagai antropologi yang berarti ilmu tentang manusia, ilmu yang merefleksikan konflik-konflik sosial politik dan sebuah masyarakat berkepercayaan.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051030 ANDI MOHAMMAD ARIF -
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051032 MUHAMMAD ALI RIFKI -
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051033 MOH. IRFAN MAISUR ANIQ -
ASWAJA/ ahlussunah waljama'ah itu merupakan pola pikir (manhaj al-fikr) yang sebagian relevan dan sebagian lain mungkin perlu dikaji ulang (baca: rekonstruksi). Kita tidak bisa memaksakan ASWAJA sebagai teologi kemapanan (estabilished), tetapi ia merupakan khazanah, turats yang tidak selalu benar adanya. Dengan begitu, maka ASWAJA sebagai manhaj al-fikr tidak lain adalah proses dinamika pemikiran yang terus berkembang dan tidak pernah selesai.

Kini saatnya kita mengembangkan pemikiran-pemikiran teologis yang menyentuh pada persoalan-persoalan praktis yang terjadi di masyarakat dan kepentingan umat manusia. Pemikir-pemikir teologi yang bersifat idealis dan cenderug mengusik Zat Tuhan perlu segera dibalik untuk lebih cenderung antroposentris dan populis (at-tafkir fi khalqillah la fi dzatillah). Pemikiran-pemikiran teologis klasik (Hassan Hanafi memakai istilah tradisional), baik pemikiran teologi Mu’tazilah maupun Asy’ariyah banyak disorot oleh pemikir-pemikir kontemporer seperti Iqbal, Abduh, Arkoun dan Hassan Hanafi. Misalnya konsep al-Ghazali dianggap tidak relevan lagi dengan realitas keilmuan yang berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas kalam al-Asy’ari tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan baik dalam wilayah kosmologi maupun humaniora (lihat, Amin Abdullah 1994: al-Baghdadi: 330). Seperti yang dikatakan Tolchah Hasan (1994: 6), setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian bagi pengikut mazhab, yaitu : mengikuti kebenaran ajaran, mengetahui hakikat realitas yang terjadi, dan mengadaptasikan yang satu dengan yang lain secara proporsional.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051035 MOCH HUSEN -
Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak.
“Tetap menjaga/ berpegang pada pendapat/tradisi lama (ulama’ terdahulu, salafussholih) yang baik (relevan), namun tetap mengambil pendapat-pendapat baru yang baik (yang lebih relevan/susuai dengan kondisi zaman dan ilmu pengetahuan)”.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051016 MUHAMMAD MIFTHAKUL UMAMI -
Nama: Muhammad Mifthakul Umami
Nim: 2003401051016
Kls: A


Dalam tradisi NU, bermazhab itu ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan bermazhab secara manhaji. Bermazhab seara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.



Bermazhab scara qauli tidak selamanya bisa dipertahankan sebab pengambilan keputusan hukum (produk hukum) oleh seorang imam atau sekelompok imam mujtahid tidak lepas dari situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya (sosial, budaya, geografi, politik dst), sementara zaman terus berubah dari tahun ke tahun dan dari waktu ke waktu.



Dalam era modern seperti sekarang ini, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, perubahan sosial begitu cepat dan problem-problem sosial pun semakin kompleks, maka ketentuan-ketentuan hukum (baca: doktrin) yang telah dirumuskan ASWAJA yang bersifat qaul atau aqwal tidak selamanya mampu menjawab problem dan tantangan zaman tersebut, maka yang harus segera dilakukan adalah merujuk mazhab secara manhaji, atau harus berani mencari alternatif lain dari ketentuan-ketentuan mazhab yang selama ini dijadikan frame of reference, sebab kalau tidak yang terjadi adalah kemandekan berpikir dan tidak berani mengeluarkan keputusan-keputusan hukum baru yang menjadi tuntutan masyarakat. Tradisi me-mauquf-kan masalah hukum menjadi trend jam’iyah NU karena regiditas --untuk tidak mengatakan fanatik-- dalam mengikuti salah satu mazhab. Ini yang menyangkut masalah fiqh.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051021 BAGUS ABDULLAH ASSIDDIQI -

Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051037 HOLIFATUR ROHMAH -
Dalam kehidupan ini, kita tidak akan lepas dari berbagai persoalan yang tentunya bisa datang kapan saja dan dimana saja. Begitupula dengan solusinya, tentu sudah ada ketentuan. Jika ada persoalan, sudah barang tentu ada solusinya. Namun, tidak semua orang mudah menemukan solusi dari suatu problem kehidupan yang dihadapinya. Khususnya terkait dengan aktivitas sehari-hari yang ada kiatannya dengan ibadah warga NU dan masyarakat pada umumnya. Meskipun menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapi, kadang-kadang perasaan masih was-was atau ragu-ragu. Maka dari itu, kita membutuhkan suatu penguat dari jawaban tersebut. Tentunya dengan cara berbagi atau bertanya kepada orang yang mumpuni.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051040 RIFFA -
Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang padat, di mana mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam. Dengan adanya wilayah yang cukup luas, agama dan organisasi baik itu organisasi pemerintahan maupun organisasi keagamaan yang ada pun sangat beragam. Namun, jika difokuskan pada agama yang menjadi mayoritas yaitu agama Islam, maka didapatkan bahwa di Indonesia sendiri terbentuk dua organisasi Islam terbesar yang berkembang dan sangat berperan aktif dalam masyarakat, yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang hingga saat ini masih eksis dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Kedua organisasi tersebut didirikan oleh tokoh yang berbeda dan masa yang berbeda pula. Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 31 Januari 1926. Sedangkan Muhammadiyah didirikan oleh tokoh bernama KH. Ahmad Dahlan pada 18 November 1912. Meskipun keduanya berdiri di masa yang berbeda, namun sampai saat ini kedua organisasi tersebut tetap menjadi “tempat bernaung” bagi orang-orang yang ingin terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan juga bagi mereka yang ingin memperdalam Islam (Shodiq Raharjo,2007). Kedua organisasi tersebut merupakan organisasi tertua dan terbesar yang ada di Indonesia.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051006 Rowiyatun Nurul Hasanah -

Dalam tradisi NU, bermazhab itu ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan bermazhab secara manhaji. Bermazhab seara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.

Bermazhab scara qauli tidak selamanya bisa dipertahankan sebab pengambilan keputusan hukum (produk hukum) oleh seorang imam atau sekelompok imam mujtahid tidak lepas dari situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya (sosial, budaya, geografi, politik dst), sementara zaman terus berubah dari tahun ke tahun dan dari waktu ke waktu.




Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051036 MOH. IQBAL RAMADHANI -
Dalam era modern seperti sekarang ini, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, perubahan sosial begitu cepat dan problem-problem sosial pun semakin kompleks, maka ketentuan-ketentuan hukum yang telah dirumuskan ASWAJA yang bersifat qaul atau aqwal tidak selamanya mampu menjawab problem dan tantangan zaman tersebut, maka yang harus segera dilakukan adalah merujuk atau harus berani mencari alternatif lain dari ketentuan-ketentuan mazhab yang selama ini dijadikan perdebatan atau permasalahan. Oleh karena itu, kita membutuhkan suatu penguat dari jawaban tersebut sperti Al Qur'an dan Hadits agar memperkuat kebenarannya.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051005 SITI HOFIFAH Q A -
Di bidang teologi, banyak doktrin-doktrin yang kadang-kadang juga perlu kita tinjau ulang. Oleh sebab itu yang berlu kita sadari, bahwa ASWAJA itu merupakan pola pikir (manhaj al-fikr) yang sebagian relevan dan sebagian lain mungkin perlu dikaji ulang (baca: rekonstruksi). Kita tidak bisa memaksakan ASWAJA sebagai teologi kemapanan (estabilished), tetapi ia merupakan khazanah, turats yang tidak selalu benar adanya. Dengan begitu, maka ASWAJA sebagai manhaj al-fikr tidak lain adalah proses dinamika pemikiran yang terus berkembang dan tidak pernah selesai.

Kini saatnya kita mengembangkan pemikiran-pemikiran teologis yang menyentuh pada persoalan-persoalan praktis yang terjadi di masyarakat dan kepentingan umat manusia. Pemikir-pemikir teologi yang bersifat idealis dan cenderug mengusik Zat Tuhan perlu segera dibalik untuk lebih cenderung antroposentris dan populis (at-tafkir fi khalqillah la fi dzatillah). Pemikiran-pemikiran teologis klasik (Hassan Hanafi memakai istilah tradisional), baik pemikiran teologi Mu’tazilah maupun Asy’ariyah banyak disorot oleh pemikir-pemikir kontemporer seperti Iqbal, Abduh, Arkoun dan Hassan Hanafi. Misalnya konsep al-Ghazali dianggap tidak relevan lagi dengan realitas keilmuan yang berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas kalam al-Asy’ari tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan baik dalam wilayah kosmologi maupun humaniora (lihat, Amin Abdullah 1994: al-Baghdadi: 330). Seperti yang dikatakan Tolchah Hasan (1994: 6), setidaknya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian bagi pengikut mazhab, yaitu : mengikuti kebenaran ajaran, mengetahui hakikat realitas yang terjadi, dan mengadaptasikan yang satu dengan yang lain secara proporsional.

Harap maklum jika pemikiran teologis klasik begitu melambung jauh dan bersifat metafisik-spekulatif. Karena memang sumber inspirasinya berasal dari Platonis dan Neo-Platonis baik pemikiran Asy’ariyah maupun Mu’tazilah. Oleh karena itu, Hassan Hanafi (1999:7) berbeda dengan para pemkir Islam pada umumnya, memberikan pengertian teologi bukan ilmu tentang ketuhanan yang menurut pengertian epistemologisnya terdiri dari logos dan theos, namun ia merupakan ilmu perkataan (ilmu kalam). Karena menurutnya person Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Teologi dimaknai sebagai antropologi yang berarti ilmu tentang manusia, ilmu yang merefleksikan konflik-konflik sosial politik dan sebuah masyarakat berkepercayaan.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051050 Zidni puspita Ningrum -

Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051050 Zidni puspita Ningrum -

Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051005 SITI HOFIFAH Q A -
Dalam tradisi NU, bermazhab itu ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan bermazhab secara manhaji. Bermazhab seara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.

Bermazhab scara qauli tidak selamanya bisa dipertahankan sebab pengambilan keputusan hukum (produk hukum) oleh seorang imam atau sekelompok imam mujtahid tidak lepas dari situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya (sosial, budaya, geografi, politik dst), sementara zaman terus berubah dari tahun ke tahun dan dari waktu ke waktu.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051014 RISKATUL KHASANAH -
Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika.1 Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi karena didukung oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi seperti televisi, DVD/VCD, jaringan internet, hand phone dengan pasilitas canggih dan sebagainya.2 Demoralisasi itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam. Akibatnya masyarakat mengalami apa yang disebut dengan pendangkalan budaya moral dan kehilangan rasa malu. Dengan demikian peranan dakwah sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki dan mengarahkan umat pada jalan kebenaran. Sementara itu, dakwah untuk mengembalikan ummat manusia kepada fitrahnya, nampak kehilangan ruh (hakekat dan semangat dakwah). Sehingga, dakwah tidak memiliki metode, pedoman dan arahan yang jelas. Terutama untuk menjadikan kaum muslimin sebagai khairu ummah, yang dapat memainkan peran utama dalam kancah kepemimpinan dunia, dan teladan di tengah masyarakat.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051039 NUR WARDATUL WALIDAH -
Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam
berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam menda- patkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang
semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika. Pembangunan di bidang fisik itu tentu saja membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat seperti berbagai kemudahan-kemudahan dalam mengakses setiap kebutuhan. Namun demikian berbagai permasalahan umat juga mengalami perkembangan yang luar biasa baik dari kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini disebabkan karena pembangunan mental spritual tidak mendapatkan porsi yang seimbang dengan pembangunan pisik yang justru merupakan hakekat dari pembangunan itu sendiri. Sebagai makhluk yang sempurna maka manusia dilengkapi dengan suatu tabiat yang berbentuk dua kekuatan yaitu amarah dan syahwat (keinginan). Dua kekuatan inilah yang menentukan akhlak dan sifat manusia. sikap mental materialistik, agama akan kehilangan daya tariknya karena agama tidak memberikan keuntungan material apapun bagi manusia. Itulah sebabnya beberapa ilmuwan sosial meramalkan bahwa semakin modern suatu masyarakat, semakin tersingkir pula agama dari kehidupan sosial masyarakat itu. Tidak ada agama yang bisa diharapkan akan bertahan lama jika berdasarkan kepercayaannya kepada asumsi-asumsi yang secara ilmiah jelas salah. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dikelola dengan manajemen dakwah yang profesional oleh tenaga-tenaga dakwah yang berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal. Untuk mengubah wajah umat Islam yang suram diperlukan dakwah islamiyah untuk menyembuhkan penyakit dalam tubuh umat Islam.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051026 AHMAD MUDESSIR -
menjalankan tiga pilar dalam ber-NU yakni harakah, fikrah dan amaliah. Yaitu dengan cara mengingatkan pengurus dan warga NU harus sejalan dan memiliki gerak yang sama serta tidak terpengaruh kelompok lain yang merongrong pilar tersebut. Karena
Dalam beraqidah NU sudah sesuai dengan aqidah Islam yang diajarkan Rasulullah yang sudah dikemas rapih dalam manhaj Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051015 MOH ALIL QODRI -

Problematikmerupakan persoalan kareba menyangkut tata kelakuan yang abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problematik konsep tual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan. Problema sosial yang terjadi dan dihadapi masyarakat banyak ragamnya. Sesuai dengan faktor-faktor penyebabnya. Salah problematik ialah faktor kebudayaan, seperti perceraian, kejahatan, kenakalan anak, konflik ras, dan konflik agama.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051025 HIMATUL FAIZAH -
Problematika konseptual aqidah menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti, ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan.

Dalam tradisi NU, bermazhab itu ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan bermazhab secara manhaji. Bermazhab secara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.

Bermazhab secara qauli tidak selamanya bisa dipertahankan sebab pengambilan keputusan hukum (produk hukum) oleh seorang imam atau sekelompok imam mujtahid tidak lepas dari situasi dan kondisi yang melatarbelakanginya (sosial, budaya, geografi, politik dst), sementara zaman terus berubah dari tahun ke tahun dan dari waktu ke waktu.

Dalam era modern seperti sekarang ini, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, perubahan sosial begitu cepat dan problem-problem sosial pun semakin kompleks, maka ketentuan-ketentuan hukum yang telah dirumuskan ASWAJA yang bersifat qaul atau aqwal tidak selamanya mampu menjawab problem dan tantangan zaman tersebut, maka yang harus segera dilakukan adalah merujuk mazhab secara manhaji, atau harus berani mencari alternatif lain dari ketentuan-ketentuan mazhab yang selama ini dijadikan sebagai kerangka acuan, sebab kalau tidak yang terjadi adalah berhentinya berpikir dan tidak berani mengeluarkan keputusan-keputusan hukum baru yang menjadi tuntutan masyarakat. Tradisi me-mauquf-kan masalah hukum menjadi trend jam’iyah NU karena regiditas untuk tidak mengatakan fanatik dalam mengikuti salah satu mazhab. Ini yang menyangkut masalah fiqh.

Di bidang teologi, banyak doktrin-doktrin yang kadang-kadang juga perlu kita tinjau ulang. Oleh sebab itu yang berlu kita sadari, bahwa ASWAJA itu merupakan pola pikir (manhaj al-fikr) yang sebagian relevan dan sebagian lain mungkin perlu dikaji ulang. Kita tidak bisa memaksakan ASWAJA sebagai teologi kemapanan (estabilished), tetapi ia merupakan khazanah, turats yang tidak selalu benar adanya. Dengan begitu, maka ASWAJA sebagai manhaj al-fikr tidak lain adalah proses dinamika pemikiran yang terus berkembang dan tidak pernah selesai.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051044 M. JAFAR ROSID -

Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan moral dan etika.1 Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk pornografi dan pornoaksi karena didukung oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi seperti televisi, DVD/VCD, jaringan internet, hand phone dengan pasilitas canggih dan sebagainya.2 Demoralisasi itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam. Akibatnya masyarakat mengalami apa yang disebut dengan pendangkalan budaya moral dan kehilangan rasa malu. Dengan demikian peranan dakwah sangat dibutuhkan dalam upaya memperbaiki dan mengarahkan umat pada jalan kebenaran. Sementara itu, dakwah untuk mengembalikan ummat manusia kepada fitrahnya, nampak kehilangan ruh (hakekat dan semangat dakwah). Sehingga, dakwah tidak memiliki metode, pedoman dan arahan yang jelas. Terutama untuk menjadikan kaum muslimin sebagai khairu ummah, yang dapat memainkan peran utama dalam kancah kepemimpinan dunia, dan teladan di tengah masyarakat.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 5

oleh 2003401051013 MUHAMMAD KHOIRUR ROZIQIN -

1.A. Dasar pendidikan aqidah adalah al-Qur‟an dan as-Sunnah Artinya apa Saja yang disampaikan Allah dalam al-Qur‟an dan oleh rasul-Nya dalam Sunnahnya wajib diimani dan diamalkan.

• A. Al-Qur‟an dijadikan sumber pendidikan yang pertama dan utama Karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Menciptakan Manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu Termaktub dalam wahyu-Nya.

• B. As-Sunnah

Al-Quran sebagai sumber segala sumber hukum Islam hanyalah Memuat prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Adapun sebagian ayatnya yang menguraikan prinsip-prinsip dasar tersebut secara rinci merupakan contoh dan petunjuk bahwa seluruh kandungan al-Qur‟an masih perlu penjelasan.

B. Ruang Lingkup Akidah

Pembahasan akidah mencakup:

1. Illahiyyat (ketuhanan). Yaitu yang memuat pembahasan yang berhubungan Dengan Illah (Tuhan, Allah) dari segi sifat-sifat- Nya, nama-nama-Nya, dan Af‟al Allah. Juga dipertalikan dengan itu semua yang wajib dipercayai oleh Hamba terhadap Tuhan.

2. Nubuwwat (kenabian). Yaitu yang membahas tentang segala sesuatu yang Berhubungan dengan Nabi dan Rasul mengenai sifat-sifat mereka, ke-Ma‟shum-an mereka, tugas mereka, dan kebutuhan akan keputusan mereka.

3. Ruhaniyyat (kerohanian). Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang Berhubungan dengan alam bukan materi (metafisika) seperti jin, malaikat, Setan, iblis, dan ruh.