Jelaskan Doktrin Aqidah Aswaja al-Asy'ari berikut:
1. Keesaan Allah
2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
3. Akal dan Wahyu
1. Keesaan Allah
Menurut para ulama, keesaan pertama yaitu zat artinya Allah tidal terdiri dari bagian bagian, namun Satu tunggal sementara keesaan dalam suatu perbuatan artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena di ciptakan oleh Allah SWT
2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan
3. Akal dan Wahyu
Akal dan wahyu merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kedua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama-sama berpegang kepada wahyu, namun berbeda dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alquran dan hadits.
1.Tauhid Menurut Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari
Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhab al-hadits dan ahl al-sunnah, Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat.
2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Kebebasan berkehendak
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan
3. Akal dan Wahyu
Akal dan Wahyu Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang di dalamnyat terdapatberbagai macam pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dand didalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan penghargaan yang tinggi. Tidake Sedikitayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyake Berfikirdan memepergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala saja.
1. Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat’, ”Karena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”.
2. Kebebasan dalam berkehendak Pada dasarnya al-Asy'ari, menggambarkan manusia sebagai seorang yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan dengan kekuasaan absolut mutlak.
3. Akal dan wahyu al-Asyaariyah berpendapat semua kewajiban agama manusia hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-Asyaariyah tidak mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Wajib mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan dengan wahyu pulalah untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan ketaatan.
1. Keesaan Allah
Menurut para ulama, keesaan pertama, yaitu zat. Artinya Allah tidak terdiri dari bagian-bagian, namun satu tunggal. Sementara, keesaan dalam perbuatan, artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena diciptakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang bisa tanpa seizin-Nya.
2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan
3. Akal dan Wahyu
Menurut Asy’Ariyah sebagaimana dikatakan Al-Asy’ari sendiri, segala kewajiban hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk itu wajib bagi manusia. Menurutnya, memang betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Dengan wahyu pulalah, dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh pahala dan yang tidak patuh akan mendapat siksa. Dengan demikian, akal menurut Asy’ari, dapat mengetahui Tuhan tetapi tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia dan karena itulah diperlukan wahyu.
1. Keesaan Allah
Menurut para ulama, keesaan pertama yaitu zat artinya Allah tidal terdiri dari bagian bagian, namun Satu tunggal sementara keesaan dalam suatu perbuatan artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena di ciptakan oleh Allah SWT
2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan
3. Akal dan Wahyu
Akal dan wahyu merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kedua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama-sama berpegang kepada wahyu, namun berbeda dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alquran dan hadits.
1. Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat’, ”Karena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”.
2. Kebebasan dalam berkehendak Pada dasarnya al-Asy'ari, menggambarkan manusia sebagai seorang yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan dengan kekuasaan absolut mutlak.
3. Akal dan wahyu al-Asyaariyah berpendapat semua kewajiban agama manusia hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-Asyaariyah tidak mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Wajib mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan dengan wahyu pulalah untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan ketaatan.
1. Keesaan Tuhan atau keesaan Allah adalah misterius (Mystery), berada diluar jangkauan kemampuan daya pikir manusia yang terbatas. Allah itu mahabesar dan tak terselami keesaannya. Mereka yang mempelajari Alkitab, khususnya para pakar Alkitab hanya dapat memahami tentang Allah dan keesaannya melalui apa yang diwahyukan nya dalam Alkitab, dan dengan mengamati alam ciptaannya, serta menafsirkan sang firman yang menjadi manusia tuhan Yesus Kristus.
2. Kebebasan dalam berkehendak (bahasa Inggris: free will), atau kemauan bebas, adalah kemampuan untuk memilih di antara berbagai rencana tindakan berbeda yang memungkinkan. Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas.
3. Akal berasal dari bahasa Arab, dari kata ‘aqala,ya’qilu, 'aqilan. Secara etimologis Bermakna mengikat atau menahan, mengerti, Dan membedakan. Berangkat dari pengertian Ini, maka akal merupakan daya yang terdapat Dalam diri manusia untuk dapat menahan Atau mengikat manusia dari perbuatan jahat Dan buruk.
Sedangkan Wahyu berasal dari bahasa Arab, al-wahy dan kata al-wahy, menurut Harun Nasution, Wahyu berarti suara, api dan kecepatan. Sementara itu wahyu mengandung pengertian pemberian secara sembunyi-sembunyi dan cepat. Tetapi kemudian wahyu lebih dikenal sebagai penyampaian firman Allah kepada orang pilihan-Nya agar disampaikan kepada manusia untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup di dunia dan akhirat. Dalam Islam wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-4XU·DQ