kajian ke 3

kajian ke 3

kajian ke 3

oleh 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I -
Jumlah balasan: 20

Jelaskan Doktrin Aqidah Aswaja al-Asy'ari berikut:

1. Keesaan Allah  

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)  

3. Akal dan Wahyu  

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051019 M.Naufal Agustian Hidayatulloh -
Quraish Shihab juga menjelaskan, bahwa ada empat macam keesaan yang dimiliki Allah. Menurut para ulama, keesaan pertama, yaitu zat. Artinya Allah tidak terdiri dari bagian-bagian, namun satu tunggal. 

"Kedua, sifat. Walau dalam nama sifat itu sama dengan yang disandang oleh manusia, tetapi substansinya berbeda dengan sifat dan kadar makhluk lainnya," ungkapnya. 

Sementara, keesaan dalam perbuatan, artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena diciptakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang bisa tanpa seizin-Nya. 

Ketiga keesaan ini menurut Quraish Shihab melahirkan keesaan dalam beribadah. 

"Keesaan dalam beribadah kepadanya menjadikan seseorang melakukan sesuatu demi karna Allah. Atau demi apa yang diperintahkan dan seizin Allah," ucap cendikiawan muslim ini diakhir renungannya.

Kebebasan berkehendak
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan memilih (takhyīran)” (Musawi, 2004).

Dengan berdasarkan keterangan dari Imam Ali di atas, menyiratkan bahwa sebenarnya kebebasan adalah fitrah manusia. Manusia diberikan kebebasan mutlak untuk memilih dan mengambil jalan hidupnya. Sebab, jika manusia terkurung secara ketat oleh “qadar” atau takdir Tuhan, maka secara logis manusia tidak memiliki pilihan dalam hidupnya, sehingga tidak berguna para Nabi atau ulama menerangkan kepada manusia.

Dalam pandangan Islam, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bebas. Ia bebas untuk berpikir, bertindak, dan untuk memilih apa yang menjadi pilihannya. Ia bebas pula dalam mencari kebahagiaannya. Sebab, hanya dengan kebebasan kita meyakini tentang tanggung jawab dan pilihan atas tindakan manusia.

Akal dan Wahyu
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang di dalamnya
terdapat berbagai macam pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dan
di dalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan penghargaan yang tinggi. Tidak
sedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak
berfikir dan memepergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-
Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala saja.
1
Al-Quran menyebutkan kurang lebih 49 kata ‘aql yang muncul secara
variatif. Semua kata tersebut diungkapkan dalam bentuk kata kerja (fi’il) dan
tak pernah disebut dalam bentuk masdar, akan tetapi semuanya berasal dari
kata dasar ‘aq
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051030 ANDI MOHAMMAD ARIF -
1.Tauhid Menurut Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari

Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhab al-hadits dan ahl al-sunnah, Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat.

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Kebebasan berkehendak
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan

3. Akal dan Wahyu
Akal dan Wahyu
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang di dalamnya
terdapat berbagai macam pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dan
di dalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan penghargaan yang tinggi. Tidak
sedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak
berfikir dan memepergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-
Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala saja.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051036 MOH. IQBAL RAMADHANI -
Doktrin Aqidah Aswaja al-Asy'ari 
1. Keesaan Allah 
Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhāb al-hadīts dan
ahl al-sunnah, Al-Asy’ari menulis ”bahwa Allah SWT. Tuhan Yang
Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan
selain-Nya.” Dalam membuktikan keesaan Allah SWT. al-Asy’ari
menggunakan argumentasi rasional yang didasari atas ayat al-
Qur’an. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, al-Asy’ari
terlebih dahulu mengutip surah al-Syura ayat 11 dan surah
al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan argumentasi rasional
berdasarkan dua ayat di atas.14 Dalam bukunya yang lain, al-Asy’ari
memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah
SWT. dan kemudian diakhiri dengan kutipan surah al-Anbiya’ ayat
22.15 Pendekatan yang digunakan al-Asy’ari dalam memaparkan
argumentasi pembuktian tauhid dan aspek aqidah yang lain, dengan
demikian, menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional.
Suatu hal yang kemudian menjadi ciri pengikutnya.

2 Kebebasan dalam berkehendak
Kebebasan dalam berkehendak , Al-Asy'ari menyatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu,tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan. Sementara Imam Al-Asy’ari, manusia dalam kesadarannya dilahirkan dengan memiliki kemampuan. Kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, memberinya jalan untuk melakukan apa yang ia kehendaki. Kemampuan ini sah dinisbatkan kepada manusia, karena ketika Tuhan menjadikan manusia mampu, pada realitanya manusia memang mampu. Begitu juga ketika Tuhan menjadikan manusia lemah, secara sadar manusia merasakan dirinya lemah. Dengan kemampuan yang berada dalam kesadarannya, manusia bebas untuk memilih; menjadi kafir atau beriman.

3. Akal dan Wahyu
Menurut Asy’Ariyah sebagaimana dikatakan Al-Asy’ari sendiri, segala kewajiban hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk itu wajib bagi manusia. Menurutnya, memang betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Dengan wahyu pulalah, dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh pahala dan yang tidak patuh akan mendapat siksa. Dengan demikian, akal menurut Asy’ari, dapat mengetahui Tuhan tetapi tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia dan karena itulah diperlukan wahyu.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051032 MUHAMMAD ALI RIFKI -
Doktrin Aqidah Aswaja al-Asy'ari
1. Keesaan Allah
Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhāb al-hadīts dan
ahl al-sunnah, Al-Asy’ari menulis ”bahwa Allah SWT. Tuhan Yang
Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan
selain-Nya.” Dalam membuktikan keesaan Allah SWT. al-Asy’ari
menggunakan argumentasi rasional yang didasari atas ayat al-
Qur’an. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, al-Asy’ari
terlebih dahulu mengutip surah al-Syura ayat 11 dan surah
al-Ikhlas ayat 4 yang dilanjutkan dengan argumentasi rasional
berdasarkan dua ayat di atas.14 Dalam bukunya yang lain, al-Asy’ari
memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah
SWT. dan kemudian diakhiri dengan kutipan surah al-Anbiya’ ayat
22.15 Pendekatan yang digunakan al-Asy’ari dalam memaparkan
argumentasi pembuktian tauhid dan aspek aqidah yang lain, dengan
demikian, menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional.
Suatu hal yang kemudian menjadi ciri pengikutnya.

2 Kebebasan dalam berkehendak
Kebebasan dalam berkehendak , Al-Asy'ari menyatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu,tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan. Sementara Imam Al-Asy’ari, manusia dalam kesadarannya dilahirkan dengan memiliki kemampuan. Kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, memberinya jalan untuk melakukan apa yang ia kehendaki. Kemampuan ini sah dinisbatkan kepada manusia, karena ketika Tuhan menjadikan manusia mampu, pada realitanya manusia memang mampu. Begitu juga ketika Tuhan menjadikan manusia lemah, secara sadar manusia merasakan dirinya lemah. Dengan kemampuan yang berada dalam kesadarannya, manusia bebas untuk memilih; menjadi kafir atau beriman.

3. Akal dan Wahyu
Menurut Asy’Ariyah sebagaimana dikatakan Al-Asy’ari sendiri, segala kewajiban hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk itu wajib bagi manusia. Menurutnya, memang betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Dengan wahyu pulalah, dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh pahala dan yang tidak patuh akan mendapat siksa. Dengan demikian, akal menurut Asy’ari, dapat mengetahui Tuhan tetapi tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia dan karena itulah diperlukan wahyu.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051037 HOLIFATUR ROHMAH -
1. Keesaan Allah
Menurut para ulama, keesaan pertama yaitu zat artinya Allah tidal terdiri dari bagian bagian, namun Satu tunggal sementara keesaan dalam suatu perbuatan artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena di ciptakan oleh Allah SWT .
2. Kebebasan dalam berkehendak
Bahwa setiap individu bebas untuk mengutarakan pendapat dalam suatu permusyarawatan. Kebebasan berkehendak juga yertuang pada pasal 28E ayat 3 UUD NRI 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
3. Akal dan wah yuh
Akal dan wahyu merupakan 2 hal yang tak dapat di pisahkan dari ke dua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan mahkluk binatang sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama sama berpenggang teguh pada wahyu, namun berbeda dalam interpresi mengenai teks ayat ayat al qur'an dan hadist.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051035 MOCH HUSEN -
1.Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat’, ”Karena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”.

2.Secara harfiah, free will memiliki arti kebebasan untuk berkehendak. Selain itu, free will juga bisa berarti kemampuan untuk bertindak dan membuat pilihan terlepas dari pengaruh luar apa pun.

3.Dalam bahasa Arab kata akal tidak hanya berarti mengerti dan memahami, tapi kata tersebut juga diartikan rabthun yang berarti ikatan, ‘uquul yang berarti akal pikiran dan qalbun yang berarti hati.

Wahyu ialah penyampaian kalam Allah kepada Nabi pilihan-Nya untuk disampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051016 MUHAMMAD MIFTHAKUL UMAMI -
Nama: Muhammad Mifthakul Umami
Nim: 2003401051016
Kls:A
Pemikiran imam al Maturidi


Abu Manshur al-Maturidi, Imam Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah Muhammad Tholhah al Fayyadl Jumat 26 Juni 2020 12:00 WIB BAGIKAN: Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya. ADVERTISEMENT Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur (w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi). Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi Sejak Khalifah al-Mutawakkil dari dinasti Abbasiyyah mengucilkan ajaran sekte Muktazilah pada tahun 234 H maka semenjak itulah ajaran sekte Muktazilah mulai menyingkir ke daerah-daerah sekitar Asia Tengah. Begitu juga dengan sekte Qaramithah yang mencapai kejayaan dakwahnya di daerah Asia Tengah sekitar tahun 261 hingga tahun 278 H. Ditambah dengan pengaruh ajaran Zoroaster dan beberapa ajaran agama lain yang mengakar kuat sejak dahulu di Asia Tengah. Hal ini juga disebabkan letak daerah Asia Tengah yang strategis sebagai jalur perdagangan dan pertemuan budaya dari daratan China hingga kawasan Timur tengah. Maka, tampillah Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/121064/abu-manshur-al-maturidi--imam-aqidah-ahlusunnah-wal-jama-ah
===
Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051016 MUHAMMAD MIFTHAKUL UMAMI -
Nama: Muhammad Mifthakul Umami
Nim: 2003401051016
Kls: A
Sejarah dan Doktrin-doktrin dalam Teologi Asy'ariyah dan Maturidiyah
Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Mayoritas ummat islam diseluruh dunia adalah pengikut Sunni atau Ahlus Sunnah. Ahlus Sunnah artinya orang-orang yang pengikut sunnah Rasulullah. Sedangkan Al Jamaah ialah jama'ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat (terutama yang tergolong dalam Khulafa' Al Rasyidin). yaitu orang-orang yang dijamin selamat dari api neraka.

Sejak timbulnya syi'ah, khawarij, mu'tazilah, qadariyah, jabariyah, murji'ah, mereka telah menyebarkan faham-faham yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits. Fitnah dan bid'ah telah mereka timbulkan, sehingga sering menimbulkan keresahan ummat.

• KEESAHAN ALLAH
APA ITU KEESAHAN ALLAH

Menurut para ulama, keesaan pertama, yaitu zat. Artinya Allah tidak terdiri dari bagian-bagian, namun satu tunggal. ... Sementara, keesaan dalam perbuatan, artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena diciptakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang bisa tanpa seizin-Nya.

•Kebebasan dalam berkehendak (

Sila tersebut bermakna bahwa setiap individu bebas untuk mengutarakan pendapat dalam suatu permusyawaratan. Kebebasan berkehendak juga tertuang pada pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”19 Des

•Akal dan Wahyu

Akal dan wahyu merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kedua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama-sama berpegang kepada wahyu, namun berbeda dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alquran dan hadits.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051033 MOH. IRFAN MAISUR ANIQ -
1.Tauhid Menurut Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari

Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat.

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan

3. Akal dan Wahyu
Akal dan Wahyu
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang di dalamnya
terdapat berbagai macam pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dan
di dalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan penghargaan yang tinggi. Tidak
sedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak
berfikir dan memepergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-
Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala saja.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051021 BAGUS ABDULLAH ASSIDDIQI -

1. Keesaan Allah

Menurut para ulama, keesaan pertama yaitu zat artinya Allah tidal terdiri dari bagian bagian, namun Satu tunggal sementara keesaan dalam suatu perbuatan artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena di ciptakan oleh Allah SWT 

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan

3. Akal dan Wahyu


Akal dan wahyu merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kedua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama-sama berpegang kepada wahyu, namun berbeda dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alquran dan hadits.



Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051040 RIFFA -
Memahami hakikat aswaja perspektif historis tidaklah bisa diabaikan. Tentu,
tidak dengan cara memahami dan menghayatinya secara pasif, stagnan, lebih-lebih

mengkultuskannya (sebagai doktrin). Lebih dari itu, bermaksud ingin
memposisikannya sebagai hazanah peradaban hidup yang dinamis dan progresif yang
senantiasa terbuka untuk melakukan proses dialektika sesuai dengan tuntutan
situasional dan kondisional kerangka pemahaman anak zaman yang dominan.
1.Keesaan Allah adalah keyakinan yang terpenting dalam ajaran Islam.
2.Kebebasan berkehendak
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan
3.Akal dan wahyu punya sejarah pertikaian hebat. Ini bukan karena keduanya bertentangan, namun karena ulah manusia yang menciptakan pertikaian antara akal dan wahyu.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051050 Zidni puspita Ningrum -

1.Tauhid Menurut Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari

Dalam pemaparannya mengenai aqidah ashhab al-hadits dan ahl al-sunnah, Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat.


2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Kebebasan berkehendak

Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan


3. Akal dan Wahyu

Akal dan Wahyu Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang di dalamnyat terdapatberbagai macam pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dand didalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan penghargaan yang tinggi. Tidake Sedikitayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyake Berfikirdan memepergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya ‘aqala saja.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051025 HIMATUL FAIZAH -
1. Keesaan Allah adalah keyakinan yang terpenting dalam ajaran Islam.
Keesaan Allah SWT meliputi 3 hal yakni:

1.) RUBUBIYAH
2.) ULUHIYAH
3.) ASMA WA SIFAT

Adapun penjelasan masing-masing keesaan Allah SWT ini ada pada bagian berikut:

1.) RUBUBIYAH, maksudnya adalah bahwa Allah SWT merupakan satu-satunya Tuhan yang menciptakan, merencanakan, memelihara, mengatur, memberi manfaat, menjauhkan mudharat, memberikan rezeki, memiliki dan menjaga seluruh alam semesta ini. Allah SWT adalah ESA dan TUNGGAL dalam memelihara alam semesta berikut semua isinya. Ia tidak bersekutu dengan apapun dan tidak bersandar pula pada apapun itu.
2.) ULUHIYAH, maksudnya adalah bahwa Allah SWT adalah tuhan yang Esa tuhan yang Tunggal sehingga ia adalah satu-satunya yang pantas untuk disembah manusia, tempat manusia memohon pertolongan, tempat manusia bergantung dan menyandarkan diri dan lain sebagainya.
3.) ASMA WA SIFAT
maksudnya adalah Allah SWT mempunyai sejumlah nama-nama baik lagi indah yang disebut dengan istilah Asmaul Husna. Masing-masing asmaul husna Allah SWT ini mewakili sifat-Nya Yang Maha Sempurna.

2.Kebebasan berkehendak
Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia? Imam Ali menjawab: “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan.

3.Akal dan wahyu punya sejarah pertikaian hebat. Ini bukan karena keduanya bertentangan, namun karena ulah manusia yang menciptakan pertikaian antara akal dan wahyu.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051039 NUR WARDATUL WALIDAH -
1. Imam Al-Haramayn (w. 478/1085) menegaskan bahwa makna tauhid adalah meyakini keesaan Allah, yang penjelasannya ditujukan untuk membuktikan secara argumentatif keesaan Allah SWT dan bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya. Dalam membuktikan keesaan Allah SWT, Imam Al-Asy’ari menggunakan argumentasi rasional yang didasarkan kepada ayat Al-Quran. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, beliau terlebih dahulu mengutip surah Al-Syura ayat sebelas (11) dan surah Al-Ikhlas ayat empat (4) yang dilanjutkan dengan argumentasi rasional berdasarkan dua ayat di atas.14 Dalam bukunya yang lain, Imam Al-Asy’ari memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah SWT dan diakhiri dengan kutipan surah Al-Anbiya’ ayat 22.15 Dengan demikian, pendekatan yang beliau gunakan dalam memaparkan argumentasi pembuktian tauhid dan unsur akidah yang lain menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional, suatu hal yang kemudian menjadi ciri pengikutnya. enjabaran Imam Al-Asy’ari mengenai konsep tauhid dapat dibagi ke dalam tiga aspek: dzat, shifat dan af‘al (perbuatan).16 Yang pertama bermakna bahwa Allah SWT Esa dalam dzat-Nya dan tidak menyerupai sesuatu apapun selain-Nya. Hujah untuk hal ini adalah Al-Quran surah Al-Syura ayat sebelas (11) dan surah al-Ikhlas ayat empat (4) yang dilanjutkan dengan penalaran rasional bahwa keserupaan Allah dengan makhluk akan memiliki konsekuensi kebaharuan dan kebutuhan terhadap pencipta atau berkonsekuensi bahwa dahulunya makhluk yang menyerupai-Nya, keduanya mustahil bagi Allah SWT.17 Singkatnya, tauhid dzat adalah mengesakan Allah SWT, dalam dzat-Nya tidak tersusun dari elemen-elemen, internal maupun eksternal, dan tidak ada yang menyamai dan menyerupai dzat-Nya.
2. Pada dasarnya al-Asy'ari>, menggambarkan manusia sebagai seorang yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan dengan kekuasaan absolut mutlak.29 Karena manusia dipandang lemah, maka paham al- Asy'ari dalam hal ini lebih dekat kepada faham Jabariyah (fatalisme) dari faham Qadariyah (Free Will). Manusia dalam kelemahannya banyak tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Untuk menggambarkan hubungan perbuatan dengan kemauan dan kekuasaan mutlak Tuhan al-Asy’ari memakai istilah al-kasb (acquisition, perolehan). Menurut para ahli bahasa, kata kasb mempunyai makna dasar yang meliputi “menginginkan, mencari, dan memperoleh”. Dari sini kemudian muncul, makna “mencari rezeki (usaha), “berjalan untuk mencari rezeki”, dan “mencari sesuatu yang diduga mendatangkan manfaat (keuntungan), dan ternyata mendatangkan mudharat (kerugian)”. Anak juga disebut kasb karena bapaknya menginginkannya dan berusaha untuk mendapatkannya .
3. Pada dasarnya golongan Asy’ary dan Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu.34 Namun mereka berbeda pendapat dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan wahyu sementara Mu’tazilah mengutamakan akal. Mu’tazilah memandang bahwa mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan buruk, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah dapat diketahui lewat akal tanpa membutuhkan wahyu. 35 Sementara dalam pandangan al-Asya’ariyah semua kewajiban agama manusia hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-Asya’ariyah tidak mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Wajib mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan dengan wahyu pulalah untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan ketaatan. karena itu, otoritas wahyulah dalam menjelaskan semua itu, atau dengan kata lain lewat wahyulah semua kewajiban keagamaan manusia itu diketahui.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051014 RISKATUL KHASANAH -

1. Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat’, ”Karena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”.

2. Kebebasan dalam berkehendak Pada dasarnya al-Asy'ari, menggambarkan manusia sebagai seorang yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan dengan kekuasaan absolut mutlak.

3. Akal dan wahyu al-Asyaariyah berpendapat semua kewajiban agama manusia hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-Asyaariyah tidak mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Wajib mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan dengan wahyu pulalah untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan ketaatan.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051028 NOVA ELIZA -

1. Keesaan Allah

Menurut para ulama, keesaan pertama, yaitu zat. Artinya Allah tidak terdiri dari bagian-bagian, namun satu tunggal. Sementara, keesaan dalam perbuatan, artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena diciptakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang bisa tanpa seizin-Nya.

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan

3. Akal dan Wahyu

Menurut Asy’Ariyah sebagaimana dikatakan Al-Asy’ari sendiri, segala kewajiban hanya dapat diketahui melalui wahyu. Akal tidak dapat membuat sesuatu menjadi wajib dan tidak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk itu wajib bagi manusia. Menurutnya, memang betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya. Dengan wahyu pulalah, dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh pahala dan yang tidak patuh akan mendapat siksa. Dengan demikian, akal menurut Asy’ari, dapat mengetahui Tuhan tetapi tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia dan karena itulah diperlukan wahyu.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051026 AHMAD MUDESSIR -
1. Ada empat macam keesaan yang dimiliki Allah. Menurut para ulama, keesaan pertama, yaitu zat. Artinya Allah tidak terdiri dari bagian-bagian, namun satu tunggal.

"Kedua, sifat. Walau dalam nama sifat itu sama dengan yang disandang oleh manusia, tetapi substansinya berbeda dengan sifat dan kadar makhluk lainnya," .
Sementara, keesaan dalam perbuatan, artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena diciptakan oleh Allah SWT. Tidak ada yang bisa tanpa seizin-Nya. Ketiga keesaan ini melahirkan keesaan dalam beribadah.
"Keesaan dalam beribadah kepadanya menjadikan seseorang melakukan sesuatu demi karna Allah. Atau demi apa yang diperintahkan dan seizin Allah,"
2.Secara harfiah, free will memiliki arti kebebasan untuk berkehendak. Selain itu, free will juga bisa berarti kemampuan untuk bertindak dan membuat pilihan terlepas dari pengaruh luar apa pun. Free will erat kaitannya dengan liberalisme, tanggung jawab, dan hal-hal yang dapat dinilai dari tindakan yang dilakukan secara bebas. Mengingat dengan adanya free will masyarakat bisa bebas dalam mengambil sikap,
tentu saja ada konsekuensi yang harus diterima. Konsekuensi inilah yang kita sebut sebagai tanggung jawab. Apabila kita melakukan hal baik, konsekuensi yang akan kita dapat juga akan bersifat positif, dan begitu pula sebaliknya.
3. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal.
Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051015 MOH ALIL QODRI -

1. Keesaan Allah

Menurut para ulama, keesaan pertama yaitu zat artinya Allah tidal terdiri dari bagian bagian, namun Satu tunggal sementara keesaan dalam suatu perbuatan artinya bahwa semua yang terjadi di dunia ini karena di ciptakan oleh Allah SWT 

2. Kebebasan dalam berkehendak (free will)

Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan

3. Akal dan Wahyu


Akal dan wahyu merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan dari kedua tokoh ini. Akal merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk binatang, sedangkan wahyu adalah petunjuk bagi akal. Keduanya sama-sama berpegang kepada wahyu, namun berbeda dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Alquran dan hadits.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051044 M. JAFAR ROSID -

1. Imam Al-Asy’ari menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard), Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”.11 Pengertian tauhid menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w. 406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat’, ”Karena Dia dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai, dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”.

2. Kebebasan dalam berkehendak Pada dasarnya al-Asy'ari, menggambarkan manusia sebagai seorang yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan dengan kekuasaan absolut mutlak.

3. Akal dan wahyu al-Asyaariyah berpendapat semua kewajiban agama manusia hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-Asyaariyah tidak mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Wajib mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan dengan wahyu pulalah untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan ketaatan.

Sebagai balasan 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kajian ke 3

oleh 2003401051013 MUHAMMAD KHOIRUR ROZIQIN -

1.       Keesaan Tuhan atau keesaan Allah adalah misterius (Mystery), berada diluar jangkauan kemampuan daya pikir manusia yang terbatas. Allah itu mahabesar dan tak terselami keesaannya. Mereka yang mempelajari Alkitab, khususnya para pakar Alkitab hanya dapat memahami tentang Allah dan keesaannya melalui apa yang diwahyukan nya dalam Alkitab, dan dengan mengamati alam ciptaannya, serta menafsirkan sang firman yang menjadi manusia tuhan Yesus Kristus.

2.       Kebebasan dalam berkehendak (bahasa Inggris: free will), atau kemauan bebas, adalah kemampuan untuk memilih di antara berbagai rencana tindakan berbeda yang memungkinkan. Hal ini terkait erat dengan konsep tanggung jawab, pujian, kesalahan, dosa, dan penilaian-penilaian lain yang hanya berlaku pada tindakan-tindakan yang dipilih secara bebas.

3.       Akal berasal dari bahasa Arab, dari kata ‘aqala,ya’qilu, 'aqilan. Secara etimologis Bermakna mengikat atau menahan, mengerti, Dan membedakan. Berangkat dari pengertian Ini, maka akal merupakan daya yang terdapat Dalam diri manusia untuk dapat menahan Atau mengikat manusia dari perbuatan jahat Dan buruk.

 Sedangkan Wahyu berasal dari bahasa Arab, al-wahy dan kata al-wahy, menurut Harun Nasution, Wahyu berarti suara, api dan kecepatan. Sementara itu wahyu mengandung pengertian pemberian secara sembunyi-sembunyi dan cepat. Tetapi kemudian wahyu lebih dikenal sebagai penyampaian firman Allah kepada orang pilihan-Nya agar disampaikan kepada manusia untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup di dunia dan akhirat. Dalam Islam wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-4XU·DQ