kajian ke 2

kaqjian ke 2

kaqjian ke 2

by 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I -
Number of replies: 17

jelaskan sejarah pemikiran imam al-maturidi 

sebagai madzhab aqidah aswaja berikut:

1. Biografi singkat al-Maturidi   

2. Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja   

3. Proses Perkembangan Teologi Al-Maturidi Di Samarkand Dan Bukhara

In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051071 MUSRIFAH -
Assalamualaikum wr.wb
Nama :Musrifah
Nim:2003401051071
Kelas:L
Matkul:Aswaja

Pemikiran imam al Maturidi


Abu Manshur al-Maturidi, Imam Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah Muhammad Tholhah al Fayyadl Jumat 26 Juni 2020 12:00 WIB BAGIKAN: Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya. ADVERTISEMENT Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur (w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi). Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi Sejak Khalifah al-Mutawakkil dari dinasti Abbasiyyah mengucilkan ajaran sekte Muktazilah pada tahun 234 H maka semenjak itulah ajaran sekte Muktazilah mulai menyingkir ke daerah-daerah sekitar Asia Tengah. Begitu juga dengan sekte Qaramithah yang mencapai kejayaan dakwahnya di daerah Asia Tengah sekitar tahun 261 hingga tahun 278 H. Ditambah dengan pengaruh ajaran Zoroaster dan beberapa ajaran agama lain yang mengakar kuat sejak dahulu di Asia Tengah. Hal ini juga disebabkan letak daerah Asia Tengah yang strategis sebagai jalur perdagangan dan pertemuan budaya dari daratan China hingga kawasan Timur tengah. Maka, tampillah Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/121064/abu-manshur-al-maturidi--imam-aqidah-ahlusunnah-wal-jama-ah
===
Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-lain.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051035 MOCH HUSEN -
1.Biografi singkat al-Maturidi

Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam. Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand yang terletak di seberang sungai.

2.Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja

Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Aliran ini kali pertama muncul di daerah Samarkand, pada pertengahan kedua abad ke-9 Masehi. Nama aliran itu dinisbahkan dari nama pendirinya, yaitu Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi. Ia lahir di Samarkand dan wafat pada tahun 944 M.

Saat itu Abu Manshur Al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat antara Muktazilah dan Asy’ariyah mengenai kemampuan akal manusia.
Beliau adalah orang yang banyak merujuk pada rasio (akal) dan dari pendapat-pendapat mereka sendiri. Mereka memberikan kepadanya titel yang menyeluruh/sempurna, sepanjang persoalan itu bisa dibuktikan, dia tidak akan mengambil pendapat ulama.

3.Semasa hidupnya, al-Maturidi dikenal sebagai pengikut setia Imam Hanafi yang terkenal ketat dengan keabsahan pendapat akal. Al-Maturidi memang banyak menimba ilmu kepada para ulama dari Mazhab Hanafi, seperti Muhammad bin Muqatil ar-Razi, Abu Bakar Ahmad bin Ishaq al-Juzjani, Abu Nasr al-Iyadi, dan Nusair bin Yahya.

Sebagai pengikut Imam Hanafi, tak mengherankan bila paham teologi yang disebarkan oleh al-Maturidi memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Imam Hanafi yang mengedepankan pertimbangan akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan. Hal ini pula yang menyebabkan paham Maturidiyah banyak dianut oleh kalangan ulama yang menganut Mazhab Hanafi di bidang fikih.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051050 Zidni puspita Ningrum -

1. imam abu Manshur al-maturidi atau lengkapnya abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al maturidi adalah aliran ahli aqidah maturidiyah serta seorang ahli ilmu kalam beliau dilahirkan di maturidi sebuah pemukiman di kota samarkand yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama ia berguru pada abu mars al-aysdi 


2. dalam banyak hal pemikiran teologis al-maturidi lebih rasional dari pada pemikiran Al Asy'ari titik pendapatnya lebih dekat dengan mu'tazilah seperti dalam menjelaskan tentang antropomorphisme kewajiban Allah terhadap manusia, beban diluar kemampuan manusia, pelaku dosa besar, kemampuan akal dan fungsi Wahyu, mengimani rasul serta janji dalam ancaman.

walaupun al-maturidi sama-sama toko ahlussunnah wal jamaah dengan Al Asy'ari namun secara garis besar pendapat-pendapatnya lebih dekat dengan mu'tazilah titik ini menunjukkan bahwa pemikiran pemikiran teologis ahlussunnah waljamaah tidak sedikit yang berdekatan dengan paham mu'tazilah


3. munculnya aliran maturidiyah persamaan dengan Asy'ari yah sebagai reaksi terhadap aliranmu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang didefinisikan sebagai kelompok ahlussunnah waljamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan perbedaan paham di antara keduanya sekalipun perbedaan tidak terlalu jauhpada aliran maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok  masrkand dan Bukhara 

Kelompok samarkand adalah pengikut abu Mansur Muhammad Ali maturidi dimana paham-paham teologinya lebih dekat kepada mu'tazilah yang rasional sedangkan kelompok Bukhara adalah pengikut dari ustad Muhammad Ali Betawi yang pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-azhari yang tradisional

In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051028 NOVA ELIZA -

1.Biografi al-Maturidi

Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam. Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand yang terletak di seberang sungai.


2.Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja

Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Aliran ini kali pertama muncul di daerah Samarkand, pada pertengahan kedua abad ke-9 Masehi dan wafat pada tahun 944 M. Abu Manshur Al-Maturidi lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan. Beliau adalah orang yang merujuk pada rasio (akal) Mereka memberikan kepadanya titel yang menyeluruh/sempurna, sepanjang persoalan itu bisa dibuktikan, dia tidak akan mengambil pendapat ulama.


3.Semasa hidupnya Al-Maturidi memang banyak menimba ilmu kepada para ulama dari Mazhab Hanafi, seperti Muhammad bin Muqatil ar-Razi, Abu Bakar Ahmad bin Ishaq al-Juzjani, Abu Nasr al-Iyadi, dan Nusair bin Yahya.S Sebagai pengikut Imam Hanafi, teologi yang disebarkan oleh al-Maturidi memiliki banyak persamaan dengan paham-paham yang dipegang Imam Hanafi yang mengedepankan pertimbangan akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.

In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051030 ANDI MOHAMMAD ARIF -
A.) Biografi Singkat Al-Maturidi

Abu mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkhand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah yang sekarang di sebut Uzbekistan . Tahun kelahirannya tidak di ketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke 3 Hijriyah ia wafat pada tahun 333 H/944 M.
B.) Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja

Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada al-qur'an dan akal. Dalam hal ini ia sama dengan Asyari, namun porsi yg diberikannya kpd akal lebih besar dari pd yg diberikan Al-Asyari.

C.) Proses Perkembangan Teologi Al-Maturidi Di Samarkand Dan Bukhara

sejarah perkembangan teologi Islam sebagai fakta dan realita yang mengungkapkan pemikiran-pemikiran tokoh itu tidak selamanya sama dengan pengikutnya. Dengan kata lain tidak mutlak antara seorang murid dengan gurunya mempunyai pemikiran yang selalu sama.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051037 HOLIFATUR ROHMAH -
1. Biografi singkat al maturidi
Imam muhammad bin muhammad bin muhammad mansur al maturidi lahir di maturid samarkand yang tanggal lahirnya sulit di lacak di perkirakan pada pertengahan abad ke 3 hijriyah tetapi wafat al maturidi di sebutkan open banyak referensi adalah pada tahun 333 hijriyah.
Al maturidi sebagai pendiri al maturidiyah adalah seorang fiqih madzhab hanafi, belajar ilmu fiqih hanafi pada 2 orang ulama be sad madzhab hanafi ya itu: muhammad bin muqotil are rozi (w.248 H), dan nushair bin yahya al balkhi (w 228 H).
2. Pemikiran imam muhammad Abu mansur al maturidi
Pendapat al maturidi aliran al maturidiyah di ambil dari nama pendirinya yaitu Abu mansur muhammad bin muhammad. Di samping itu dalam buku terjemahanya oleh abd. Rahmad dahlan dan ahmad qorib menjelaskan bahwa pendiri aliran al maturidiyah yakni Abu mansur al maturidi kemudian namanya di jadikan sebagai nama aliran ini.
Pemikiran pemikiran banyak di tuangkan dalam bentuk karya tulis diantaranya yaitu: kitab tauhid, ta'wil al qur'an, makhas ays' syafi'i.
3. Proses perkembangan teologi al maturidi
Kelompok samarkand adalah pengikut Abu mansur muhammad al maturidi di mana paham paham teologinya lebih dekat kepada mu' taziah yang rasional.
Kelompok bukhara adalah pengikut dari yusar muhammad al bazdawi yang pemikiran pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al asy' ariyah yang tradisional.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051036 MOH. IQBAL RAMADHANI -
1. Biografi singkat al-Maturidi
Nama lengkapnay adalah Muhammad bin Muhammad Abu Mansur Al-Maturidi, ia di lahirkan di sebuah kota yang bernama maturid didaerah Samarqand (termasuk daerah Uzbekistan) pada tahun 853 M dan meninggal pada tahun 333 H/ 944 M. Ia adalah pendiri dari aliran Al-Maturidiyah salah satu golongan aliran dari madzhab Ahlussunnah. Tidak seorangpun secara pasti mengetahui tahun kelahirannya. Ini adalah sebuah observasi penting karena ini berarti bahwa orang yang membuat isnad tidak mengetahui cukup informasi tentangnya untuk menjadikannya sebagai sumber, artinya tidak ada seorang alim pun yang pernah mengenalnya.

2. Pemikiran imam Muhammad Abu Manshur al-Maturidi sebagai peletak dasar teologi aswaja.
Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits.

3. Proses Perkembangan Teologi Al-Maturidi Di Samarkand Dan Bukhara
pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini. Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapai paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara'. 
Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta'wil Al Qur'an, Makhas Asy Syara'i, Al Jadl, Ushul Fi Ushul Ad Din, Maqalat Fi Al Ahkam Radd Awai'il Al Abdillah Li Al Ka'bi, Radd Al Ushul Al Khamisah Li Abu Muhammad Al Bahili,Radd Al Imamah Li Al Ba'ad Ar Rawafid Dan Kitab Radd 'Ala Al Qaramatah.
Munculnya aliran Maturidiyah bersama-sama dengan Asy'ariyah sebagai reaksi terhadap aliran Mu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang diidentifikasikan sebagai kelompok ahl- al sunnah wal al jamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan-perbedaan paham di antara keduanya. Sekalipun perbedaannya tidak terlalu jauh. Pada aliran Maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand dan Bukhara.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051032 MUHAMMAD ALI RIFKI -
1. imam abu Manshur al-maturidi atau lengkapnya abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al maturidi adalah aliran ahli aqidah maturidiyah serta seorang ahli ilmu kalam beliau dilahirkan di maturidi sebuah pemukiman di kota samarkand yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama ia berguru pada abu mars al-aysdi



2. dalam banyak hal pemikiran teologis al-maturidi lebih rasional dari pada pemikiran Al Asy'ari titik pendapatnya lebih dekat dengan mu'tazilah seperti dalam menjelaskan tentang antropomorphisme kewajiban Allah terhadap manusia, beban diluar kemampuan manusia, pelaku dosa besar, kemampuan akal dan fungsi Wahyu, mengimani rasul serta janji dalam ancaman.

walaupun al-maturidi sama-sama toko ahlussunnah wal jamaah dengan Al Asy'ari namun secara garis besar pendapat-pendapatnya lebih dekat dengan mu'tazilah titik ini menunjukkan bahwa pemikiran pemikiran teologis ahlussunnah waljamaah tidak sedikit yang berdekatan dengan paham mu'tazilah



3. munculnya aliran maturidiyah persamaan dengan Asy'ari yah sebagai reaksi terhadap aliranmu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang didefinisikan sebagai kelompok ahlussunnah waljamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan perbedaan paham di antara keduanya sekalipun perbedaan tidak terlalu jauhpada aliran maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok masrkand dan Bukhara

Kelompok samarkand adalah pengikut abu Mansur Muhammad Ali maturidi dimana paham-paham teologinya lebih dekat kepada mu'tazilah yang rasional sedangkan kelompok Bukhara adalah pengikut dari ustad Muhammad Ali Betawi yang pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-azhari yang tradisional
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051016 MUHAMMAD MIFTHAKUL UMAMI -
Nama: Muhammad Miftahul Umami
Nim: 2003401051016
Kls: A
Kajian 2 Pemikiran imam al Maturidi


Abu Manshur al-Maturidi, Imam Aqidah Ahlusunnah wal Jama’ah Muhammad Tholhah al Fayyadl Jumat 26 Juni 2020 12:00 WIB BAGIKAN: Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya. ADVERTISEMENT Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur (w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi). Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi Sejak Khalifah al-Mutawakkil dari dinasti Abbasiyyah mengucilkan ajaran sekte Muktazilah pada tahun 234 H maka semenjak itulah ajaran sekte Muktazilah mulai menyingkir ke daerah-daerah sekitar Asia Tengah. Begitu juga dengan sekte Qaramithah yang mencapai kejayaan dakwahnya di daerah Asia Tengah sekitar tahun 261 hingga tahun 278 H. Ditambah dengan pengaruh ajaran Zoroaster dan beberapa ajaran agama lain yang mengakar kuat sejak dahulu di Asia Tengah. Hal ini juga disebabkan letak daerah Asia Tengah yang strategis sebagai jalur perdagangan dan pertemuan budaya dari daratan China hingga kawasan Timur tengah. Maka, tampillah Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/121064/abu-manshur-al-maturidi--imam-aqidah-ahlusunnah-wal-jama-ah
===
Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051033 MOH. IRFAN MAISUR ANIQ -
1. imam abu Manshur al-maturidi atau lengkapnya abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al maturidi adalah aliran ahli aqidah maturidiyah serta seorang ahli ilmu kalam beliau dilahirkan di maturidi sebuah pemukiman di kota samarkand yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama ia berguru pada abu mars al-aysdi



2. dalam banyak hal pemikiran teologis al-maturidi lebih rasional dari pada pemikiran Al Asy'ari titik pendapatnya lebih dekat dengan mu'tazilah seperti dalam menjelaskan tentang antropomorphisme kewajiban Allah terhadap manusia, beban diluar kemampuan manusia, pelaku dosa besar, kemampuan akal dan fungsi Wahyu, mengimani rasul serta janji dalam ancaman.

walaupun al-maturidi sama-sama toko ahlussunnah wal jamaah dengan Al Asy'ari namun secara garis besar pendapat-pendapatnya lebih dekat dengan mu'tazilah titik ini menunjukkan bahwa pemikiran pemikiran teologis ahlussunnah waljamaah tidak sedikit yang berdekatan dengan paham mu'tazilah



3. munculnya aliran maturidiyah persamaan dengan Asy'ari yah sebagai reaksi terhadap aliranmu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang didefinisikan sebagai kelompok ahlussunnah waljamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan perbedaan paham di antara keduanya sekalipun perbedaan tidak terlalu jauhpada aliran maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok masrkand dan Bukhara.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051021 BAGUS ABDULLAH ASSIDDIQI -

1. Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam. Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand yang terletak di seberang sungai.

2.  1. Tentang Sifat Allah Mengenai pendapat Maturidi tentang sifat-sifat Allah ini terdapat dua penjelasan yang berbeda. Harun Nasution menjelaskan, Maturidi sependapat dengan Asy’ari bahwa Allah mempunyai sifat-sifat, yang lain dari zatnya. Kata Maturidi Allah mengetahui bukan dengan Zat-Nya tapi dengan pengetahuannya (dengan sifat pengetahuan) dan berkuasa bukan dengan zatnya. Penjelasan yang berbeda tentang ini diberikan oleh Syekh Abu Zahrah. Kata Abu Zahrah (1946:207-208), Maturidi menetapkan adanya sifat-sifat Allah, tapi sifat-sifat itu bukan sesuatu yang lain dari zat; sifat-sifat itu bukanlah sifat-sifat yang berdiri dengan zat, tidak pula terpisah dari zat. Sifat-sifat itu tidak memiliki wujud yang lepas dari zat, sehingga tidak daqat berbilangnya sifat membawa kepada berbilangnya wujud yang qadim. Pendapat Maturidi itu menurut Abu Zahrah sebenarnya mendekati paham Multazilah atau hampir sama dengan Mu'tazilah. Ibrahim Madkur mengemukakan bahwa kaum Maturidiyyah menetapkan adanya sifat-sifat Allah yang berbeda dari sifat-sifat wujud yang baru. Selanjutnya dikemukakan sebagai berikut: فالله عالم بعلم لا كالعلوم وقادر بقدرة لا كالقدر (Maka Allah mengetahui dengan ilmu yang tidak seperti ilmu-ilmu yang lain, dan berkuasa dengan kekuasaan yang tidak seperti kekuasaan-kekuasaan lain). Sementara kaum Asy'ariyyah memandang Al-Baqa’ sebagai sifat tambahan atas zat ( (زائدة على الذاتmaka kaum Maturidiyyah mengingkarinya. Dalam keterangan Ibrahim Madzkur disebutkan juga bahwa kaum Maturidiyyah seperti halnya kaum Asy’ariyah, menetapkan sifat-sifat Zatiyah seperti: ‘ilm, qudrah, iradah dan lain-lain serta memandang sifat-.sifat tersebut sebagai makna qadim yang beridiri pada zat Allah, tapi sifat-sifat itu bukanlah zatnya dan bukan pula lain dari zat-Nya (A. Aziz Dahlan, 1987:113). Demikianlah kita jumpai dua penilaian. Di satu sisi menyatakan, bahwa Maturidi sepaham dengan Asy’ariyyah dan di sisi lain menyatakan, bahwa Maturidi hampir sepakat dengan Mu’tazillah. 2.Tentang Anthropomorphisme Anthropomorphisme atau at-tasybih, yaitu paham yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota badan atau Allah mempunyai sifat-sifat Jasmaniyah yang sama dengan sifat-sifat jasmani manusia. Al-Maturidi menolak faham di atas. Kata Al-Maturidi bahwa Allah harus disucikan dari sifat-sifat jasmani, tempat dan waktu, maka apabila terdapat ayat-ayat yang menunjukkan sifat-sifat tersebut, seperti Allah memiliki muka, tangan, mata, kaki dan lain sebagainya harus dita’wilkan. Maka ayat yang berbunyi: ونحن اقرب اليه من حبل الوريد (ق: 16) "Dan Kami lebih Hekat kepadanya dari urat nadi” dita’wil oleh al- Maturidisebagai isyarat kepada kerajaan Allah dan kesempurnaan kekuasaannya. Dengan paham ini al-Maturidi lebih dekat dengan Mu’tazailah. Begitu pulka dalam menafsirkan tangan, muka, mata dan kaki adalah kekuasaan dan kekuatan Allah (Abu Zahrah, 1946: 207 208). 3.Tentang Al-Our’an Tentang Al-Qur'an makhluk atau bukan, maka Maturidi menetapkan bahwa kalamullah adalah makna yang berdiri pada zat-Nya dan dengan demikian merupakan satu sifat dari sifat-sifat yang berhubungan dengan zat-Nya, qadim –dengan qadimnya zat Yang Maha Tinggi—tidak tersusun dari kiata dan huruf. Adapun Al-Qur 'an al-Karim yang terdi dari huruf dan kata, yang menunjuk kepada makna yang qadim adalah baru dan dengan demikian Maturidi sependapat dengan Multazilah. Maturidi kata Abu Zahrah menyatakan bahwa al-Qur'an itu baru (hadits) kendati tidak menyebutnya makhluk atau tidak makhluk. Pada tulisan Harun Nasution dijumpai keterangan yang agak berbeda. Dikatakan bahwa kaum Maturidiyyah dengan kedua golongannya (Maturidi Samarkand dan Bukhara) sependapat dengan kaum Asy'ariyyah bahwa sabda Tuhan atau Qur'an adalah kekal. Qur’an kata Maturidi adalah sifat kekal dari Tuhan, satu, tidak terbagi, tidak bahasa Arab atau bahasa Syria, tetapi diucapkan manusia dalam ekspresi berlainan. Bazdawi sendiri sebagai tokoh Bukhara hanya mengatakan bahwa apa yang tersusun dan disebut Qur’an bukanlah sabda Tuhan, tetapi merupakan tanda dari sabda Tuhan. Qur’an disebut kalamullah dalam arti kiasan (Harun Nasution, 1998:139). Pendapat Al-Maturidi ini dijelaskan pula oleh Al-Bayadhi dalam Isyarat Al-Maram, bahwa Allah berfirman tetapi tidak sebagaimana perkataan manusia. Pernyataan ini sebagai petunjuk adanya penolakan: pertama, terhadap Mu’tazilah yang meniadakan adanya al-Kalam an-Nafsi, kedua, terhadap pendapat Al-Hasywiyyah yang menyatakan bahwa kalam Allah adalah berupa ucapan, qadim, tersusun dari beberapa huruf dan kalimat, berdiri pada dzat-Nya, ketiga, terhadap pendapat Al-Karamiyah yang menyatakan bahwa kalam Allah adalah berupa ucapan, tetapi ia adalah baru (hadits) yang berdiri pada zat-Nya (Ahmad Taqwim, 1990:.3). Dengan demikian jelas pendapat Al-Maturidi senada dengan pendapat Al-Asylari, yang sama-sama menolak Mu’tazilah. Sebagaimana kata Mu'tazilah, bahwa firman Allah bukanlah sifat, tetapi perbuatan Allah yang sekaligus menyatakan bahwa Al-Qur’an tidak bersifat kekal tetapi baru (hadits) dan ciptaannya (makhluk) (Harun Nasution, 1989:143-144). 4.Tentang Melihat Tuhan Al-Maturidi sependapat dengan Al-Asy’ari, yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat kelak di hari kiamat, yang ditolak oleh Mu’tazilah. Penolakan Mu’tazilah atas dasar logika, bahwa melihat itu menghendaki adanya tempat baik bagi yang melihat maupun yang dilihat. Dengan ini maka Allah harus mengambil tempat. Padahal Allah Maha Suci dari pengambilan tempat dan peredaran waktu. Sedangkan argumentasi Al-Maturidi dalam mempertahankan pendapatnya adalah bahwa melihat Allah di hari kiamat termasuk peristiwa (ahwal) dari kiamat itu sendiri. Sedangkan ahwal hari kiamat tentang apa dan bagaimana caranya itu yang mengetahui hanya Allah saja dan kita hanya mengetahui ungkapan yang menetapkan hal itu tanpa mengetahui bagaimana caranya( Abu Zahrah, 1946:278). 5.Tentang Perbuatan Manusia Kalau menurut paham Mu’tazilah, yang mengambil dari faham Qadariyah, bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya sendiri. Sedangkan faham Asy'ariyah yang dekat dengan faham Jabariyah menyatakan, bahwa perbuatan manusia adalah diciptakan oleh Allah dan al-Kasb (perolehan) dari manusia, yang dengan adanya al-Kasb ini mengakibatkan adanya taklif, pahala serta siksa. Maka faham Al-Maturidi menyatakan, bahwa segala sesuatu termasuk perbuatan manusia adalah diciptakan Allah sesuai dengan firmannya: (والله خلقكم وما تعملون (الصفا ت:96 Lantas timbul permasalahan, bagaimana cara memadukan konsep adanya usaha manusia dan konsep perbuatan manusia itu sebagai ciptaan Allah ciptaan Allah? Untuk menjawab permasalahan ini Al-Maturidi seperti Al-Asy’ari, menggunakan term al-Kasb. Akan tetapi teori al-kasb Maturidi berbeda dengan teori al-Kasb Al-asy'ari. Kalau teori al-Kasb Al-Asy'ari menyatakan bahwa kebersamaan antara perbuatan manusia ciptaan Allah dan usaha manusia yang statusnya pasip, sehingga al-Kasb itu sendiri adalah ciptaan Allah, maka teori al-Kasb Al-Maturidi menyatakan, bahwa al-Kasb adalah suatu daya yang dititipkan Allah kepada manusia dan manusia bebas memilih antara berbuat dan tidak berbuat. Dengan kebebasan memilih inilah maka ada pahala dan siksa. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara, perbuatan manusia sebagai ciptaan Allah dan ikhtiar manusia. Dalam hal perbuatan manusia ini dapat dikatakan bahwa Al-Maturidi berada diantara pendapat Mu’tazilah dan Al-Asy’ari. Jelasnya kalau Mu’tazilah berpendapat, bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh dirinya sendiri, lalu Al-Asy'ari berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemampuan sedikitpun untuk menciptakan perbuatannya melainkan hanya memilik al-Kasb yang bersifat pasif, maka Al-Maturidi berpendapat bahwa al-kasb adalah bersifat aktif dan manusialah yang menentukan. Adapun perbedaannya dengan Mu'tazilah mengenai keberadaan daya sebelum adanya perbuatan, maka Al-Maturidi berpendapat bahwa keberadaan daya (istithalah) muncul bersama-sama dengan perbuatan (Abu Zahrah, 1946:208 dan lihat As-Syahrastani, tt:97). Dari pendapat Al-Maturidi ini nampak jelas adanya usaha untuk menseimbangkan antara kemutlkan kekuasaan dan kemahaadilan-Nya, dimana ia tetap mengakui bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah tetapi manusia memiliki kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat. Dengan demikian manakala manusia memilih berbuat maksiat akan mendapatkan siksa. Ini sesuai dengan keadilan Allah, janji dan ancamannya. Hanya saja perlu ditegaskan pula bahwa dalam hal ikhtiar atau kebebasan memilih, pendapat Al-Maturidi tidak seluas pendapat Mu’tazilah, karena menurut Al-Maturidi perbuatan manusia mempunyai wujud atas kehendak Allah bukan atas kehendak manusia. Oleh karena masalah ini dengan masalah ikhtiar dirasa bertentangan maka Al-Maturidi membawa ke teori masyiah atau kemauan dan ridla atau kerelaan. Manusia berbuat baik dan berbuat buruk atas kehendak Allah, tetapi Allah tidak rela manusia berbuat buruk. Untuk itu apabila manusia berbuat baik, atas kehendak dan kerelaan Allah, tetapi apabila berbuat buruk atau jahat atas kehendak Allah namun tidak diridlai-Nya. Maturidi menurut hasil penelitian Harun Nasution (1989:113) mempunyai paham Qadariyyah dan bukan paham Jabbariyah atau Kasab Asy'ari. Maturidi sepaham dengan Mu'tazilah dalam menegaskan bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sebagai pengikut Imam Abu Hanifah, Maturidi membagi perbuatan itu kepada dua, yaitu perbuatan Tuhan yang mengambil bentuk penciptaan daya dalam diri manusia, dan perbuatan manusia yang mengambil bentuk pemakaian daya itu berdasarkan pilihan dan kebebasan manusia. Daya diciptakan Tuhan bersama-sama dengan perbuatan manusia dan atas dasar itulah dikatakan bahwa perbuatan manusia itu diciptakan oleh Tuhan. Perbuatan yang diciptakan itu diperoleh manusia dengan peranan efektif dari pihak manusia, yakni dengan menggunakan daya yang diciptakan itu manusia bisa juga tidak menggunakannya, sehingga tidak memperoleh perbuatan. Memang Maturidi juga mempunyai paham kasab, tetapi esensi paham kasab Maturidi berbeda jauh dari paham kasab Asy’ari . Kasab asy'ari seperti kata Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyah, adalah jabariyyah penuh karena selain perbuatan diciptakan Tuhan juga kasab dalam paham Asylari diciptakan Tuhan, tidak ada peranan efektif dari manusia dalam memperoleh suatu perbuatan dan tidak ada peranan efektif dari pihak manusia dalam kasab Asy’ari (Harun Nasution, 1989:106-107, lihat pula Abu Zahrah, 1946:205). Kasab Maturidi tidak seperti kasab Asylari, esensi kasab Maturidi tidak lain dari qadariyyah kendati Maturidi tidak mau menyebut bahwa perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya itu adalah perbuatan yang diciptakan manusia. Dalam ungkapan Maturidi perbuatan manusia tetap ciptaan Tuhan tetapi manusia sanggup mendapatkan perbuatan itu dengan daya yang diciptakan dalam dirinya dan juga sanggup tidak memperolehnya dengan daya yang diciptakan Tuhan itu. Manusia bebas memilih untuk mendapatkan atau untuk tidak mendapat suatu perbuatan. Pada kebebasan memilih itulah tergantung adanya pahala dan siksaan. Demikianlah Maturidi berusaha menuniukkan peranan efektif manusia dalam memperoleh suatu perbuatan tanpa menafikah bahwa perbuatan itu adalah ciptaan Tuhan. Bila kasab Asylari mengandung arti "memperoleh/menerima perbuatan secara pasif", maka kasab Maturidi mengandung arti "mengusahakan secara aktif/efektif sehingga memperoleh suatu perbuatan" (A. Aziz Dahlan, 1987 :110.19). Kebebasan manusia dalam paham Maturidi adalah kebebasan dalam mentaati atau melanggar apa yang diperintahkan/dilarang Tuhan. Apa yang diperintahkan Tuhan adalah perbuatan yang baik yang diridlainya dan apa yang dilarangnya adalah perbuatan buruk yang tidak diridlainya. Bila dalam paham Maturidi dikatakan bahwa manusia tidak bisa melanggar kehendak Tuhan., maka hal itu tidak berarti bahwa manusia tidak mempunyai pilihan dan kebebasan. Tuhan dalam paham Maturidi menghendaki yang baik dan yang buruk dengan demikian manusia tidak dapat melanggar kehendak Tuhan. Bila dibandingkan dengan paham Multazilah, maka ungkapan kaum Mu’tazilah lain. Menurut Mu’tazilah manusia dapat melanggar kehendak Tuhan. Terdapat perbedaan ungkapan antara paham Maturidi yang menyatakan bahwa manusia tidak dapat melanggar kehendak Tuhan dengan paham Mu'tazilah yang menytakan bahwa manusia dapat melanggar kehendak Tuhan. Dalam paham Maturidi yang dapat dilanggar bukan kehendak Tuhan, tapi perintah atau larangannya. Bagaimanapun berbedanya ungkapan tersebut namun kebebasan manusia dalam paham Maturidi tidaklah lebih sempit dari kebebasannya dalam paham Mu’tazilah. Dalam paham Mu’tazilah manusia bebas untuk mentaati atau mendurhakai kehendaknya dan yang dikehendaki Tuhan adalah apa yang diperintahkannya yakni perbuatan baik yang tentu diridlainya, sedang perbuatan buruk yang dilarangnya adalah perbuatan yang tidak dikehendakinya. Dalam paham Maturidi manusiapun bebas untuk mentaati atau mendurhakai apa yang diridlainya dan yang diridlainya itu tidak lain dari apa yang diperintahkannya yakni perbuatan yang baik. Jelas bahwa Maturidi dan Mu'tazilah sepaham bahwa manusia sanggup mentaati perintah Tuhan dan juga sanggup mendurhakai perintahnya. Disinilah letak sama luasnya kebebasan kehendak manusia dalam paham Maturidi dan Mu’tazilah. Tidak bebasnya manusia --dalam paham Maturidi-- untuk melanggar kehendak Tuhan sejalan dengan paham Mu’tazilah yang juga menyatakan bahwa manusia tidak bisa melanggar sunnatullah, yang tidak lain dari manifestasi kehendaknya. Tuhan dalam paham Mu’tazilah menghendaki manusia bisa mentaati perintahnya dan bisa melanggarnya. Dapat dikatakan bahwa apa yang diperintahkan Tuhan menurut paham Multazilah adalah kehendaknya yang khusus dalam kehendaknya yang umum berupa sunnatullah. Manusia dalam paham Mu'tazilah dapat melangar kehendak khusus dari Tuhan (yakni perintahnya) tapi tidak dapat melanggar kehendaknya yang umum (yakni sunnatullah), sebagaimana manusia dalam paham Maturidi tidak dapat melanggar kehendak Tuhan tapi dapat melanggar perintah-perintah-Nya (A. Aziz Dahlan, 1987:111). 6.Tentang Pelaku Dosa Besar Menurut Khawarij pelaku dosa besar dihukum kafir dan tolah hilang imannya. Aliran Murji’ah sebaliknya dosa tidak membahayakan iman sebagaimana taat tidak akan bermanfaat bersama kekufuran. Sementara aliran Qadariyyah dan Mu'tazilah berpendapat bahwa dosa besar dapat mengeluarkan pelakunya dari iman tetapi tidak menjadi kafir. Jadi pelaku dosa besar berposisi antara mu'min dan kafir. Apabila ia bertaubat dan tidak mengulangi perbuatannya lagi, maka sebelum ia meninggal dunia dihukumi mu'min, tetapi kalau ia meninggal sebelum bertaubat, dihukumi kafir dan kekal di neraka kelak. Sedangkan Al-Maturidi berpendapat iman tidak akan hilang karena sebab melakukan dosa besar, karena iman tempatnya di hati (al-qalb), sedangkan perbuatan maksiat tempatnya di anggota badan. Iman dan maksiat mempunyai tempat yang berbeda dan tidak saling mempengaruhi (Ahmad Taqwim, 1990:5). Di samping itu Al-Matiridi mendasarkan pendapatnya bahwa amal perbuatan bukan sebagian (juz) dari iman. Karena itu orang yang melakukan maksiat tidak akan mempenqaruhi imannya, walaupun ia nanti akan dihisab dan disiksa di akhirat kelak. Dan pelaku dosa besar walaupun mati sebelum bertaubat, tidak akan kekal di neraka. Hal ini berdasarkan firman Allah, bahwa Allah tidak akan menyiksa seseorang yang berbuat dosa kecuali dengan siksaan yang setimpal (lihat QS. Al-An’am:16). Untuk itu orang yang tidak kafir dan tidak pula musyrik, maka dosanya di bawah dosa orang kafir dan musyrik. Sedangkan Allah menyediakan siksaan selamanya sebagai balasan perbuatan kufur dan syirik. Oleh karenanya apabila Allah menyiksa pelaku dosa besar yang masih memiliki iman sama dengan siksaan orang kafir, berarti siksaannya meleihi kadar atau ukuran dosanya. Ini tidak sesuai dengan janji Allah yang tidak akan berbuat zalim kepada hambanya, dan tidak akan ingkr janjinya pula. Begitu pula menyamakan siksaan antara orang kafir dengan pelaku dosa besar termasuk bertentangan dengan sifat keadilan Allah, karena orang mukmin yang melakukan dosa besar telah berbuat yang lebih baik dari pada orang kafir (iman) dan tidak berbuat yang lebih jelek dari padanya (kufur). Maka apabila Allah mengekalkan pelaku dosa besar di neraka, berarti Allah memberatkan pembalasannya yang lebih jelek sebagai ganti pahala kebaikan yang paling utama. Padahal tuntutan keadilan dan kebijaksanaan Allah adalah memberi balasan yang setimpal tidak melebihi kecuali dalam hal memberikan pahala (lihat Abu Zahrah, 1946:209-210). Pada akhirnya Al-Maturidi berkata bahwa pendapat yang benar adalah nasib pelaku dosa besar kita serahkan kepada keputusan Allah. Apabila Allah menghendaki memberi maaf, sebagai anugerah dan rahmatnya tidak ada salahnya jika memang itu yang dikehendakinya. Tetapi apabila Allah menghendaki menyiksa mereka, maka tidak ada salahnya Allah menyiksanya sesuai denqan kadar dosanya. Tetapi yang jelas mereka tidak akan disiksa selamanya di neraka kelak. Begiti pula dengan kemahakuasaan Allah, Allah berhak menyiksa pelaku dosa kecil dan mengampuni pelaku dosa besar sebagaimana firmannya: ان الله لايغفر ان يشرك به ويغفر ما دون دالك ومن يشرك بالله فقد ضل ضلالا بعيدا (النسا ء: 116) 7.Tentang Kemampuan Akal dan Fungsi Wahyu Menurut Al-Maturidi akal manusia mampu mengetahui (ma’rifat) Allah. Karena hal ini sesuai dengan perintah Allah kepada kita agar selalu memikirkan kekuasaannya baik di langit maupun di bumu. Sebab hal ini akan menyampaikan manusia untuk menqetahui dan mengimaninya. Begitu pula akal manusia semata dapat mengetahui baik dan buruk. Akan tetapi akal manusia tidak dapat mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat atau buruk (Al-Ahkam at-taklifiyyah) Sedang menurut Al-Bazdawi, bahwa al-Maturidi sependapat dengan Multazilah, bahwa percaya kepada Allah dan berterima kasih kepadanya sebelum datangnya wahyu adalah wajib (Abu Zahrah, 1946:201-202). Dengan demikian jelas sekali kedudukan akal kuat sekali menurut Al-Maturidi karena akal semata dapat mengetahui Allah, berterima kasih kepadanya, mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Sedangkan wahyu di sini berfungsi menunjukkan sesuatu yang tidak dapat diketahui akal, yaitu mengetahui kewajiban mengerjakan yang baik dan menjahui yang buruk. Menurut Abu Uzbah, Maturidi berpendapat bahwa anak yang telah berakal berkewajiban mengetahui Tuhan. Maturidi sepaham dengan Mu'tazilah menyatakan, bahwa kematangan akal lah yang menentukan kewajiban-kewajiban mengetahui Tuhan bagi anak., bukan tercapainya usia dewasa oleh anak itu. Selanjutnya Maturidi berpendapat bahwa akal manusia dapat mengetahui kewajiban berterima ksih kepada Tuhan, karena Ia adalah pemberi nikmat yang terbesar dalam hidup sehari-hari akal dapat mengetahui keharusan berterima kasih kepada pemberi nikmat (Harun Nasution, 1989:89-90). Akal dalam paham Maturidi selain mampu mengetahui adanya Tuhan, kewajiban mengetahuinya dan bertterima kasi h kepadanya juga mampu mengetahui bai k dan buruk. Menurut tulisan Muhammad Abduh Maturidiyyah dan Mu’tazilah sependapat bahwa perintah dan larangan Tuhan erat hubungannya dengan nature (sifat dasar) suatu perbuatan. Dengan kata lain, upah dan hukuman digantungkan pada sifat yang terdapat dalam perbuatan itu sendiri. Kata Maturidi akal mengetahui sifat baik yang terdapat dalam perbuatan baik dan sifat buruk pada perbuatan yang buruk pengetahuan inilah yang menyebabkan akal berpendapat bahwa mesti ada perintah dan larangan Tuhan. Adanya perintah dan larangan Tuhan adalah wajib menurut akal, kata Maturidi. Mengenai kewajiban manusia sebelum datangnya wahyu untuk mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk tidak dijumpai pendapat Maturidi (Harun Nasution, 1989:89-90). 8.Tentang Kewajiban Allah Terhadap Manusia Selanjutnya kita akan melihat paham Maturidi tentang kewaj iban Tuhan. Menurut abu Zahrah, Maturidi berusaha menghindari ungkapan "wajib bagi Tuhan untuk berbuat al-Shalah wal ashlah" (yang baik dan yang terbaik) sebagaimana yang bisa diungkapkan oleh kaum Mu'tazilah. Kendatipun demikian abu Zahra berpendapat bahwa esensi paham Maturidi dengan Multazilah adalah sama yakni : perbuatan-perbuatan Tuhan berlangsung karena hikmah yang ditentukannya dan tidak mungkin sia-sia. Maturidi berpendapat bahwa Allah suci dari berbuat sia-sia. Dia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Oleh karena itu perbuatan-perbuatannya didasarkan pada hikmah tertentu (Abu Zahrah, 1946:204). Maturidi menurut Syarh Al-Fiqh al-Akbar, tidak setuju dengan pendapat kaum Asy'ariyyah tentang tidak mustahilnya Tuhan memberi beban yang tidak dapat dipikul, Maturidi tidak setuju itu, karena Tuhan menyatakan :لايكلف الله نفسا الاوسعها (البقزه33 (Allah tidak membebani seseorang kecuali menurut kemampuannya). Pemberian beban yang tidak dapat dipikul itu tidaklah sesuai dengan pahamnya tentang "manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatannya, bukan Tuhan." Selanjutnya diketahui bahwa kaum Maturidiyyah Samarkand sependapat dengan Mu'tazilah bahwa janji Tuhan (walad dan walid) tidak boleh tidak mesti terjadi kelak. Banyak pula kaum Maturidiyyah Samarkand yang sepaham dengan Mu’tazilah mengenai kewajiban pengiriman rasul oleh Tuhan (Harun Nasution 1986:131). 9.Janji dan Ancaman Dalam hal janji dan ancaman ini pula nampak sekali pendapat Al-Maturidi konsisten dengan pendapat-pendapat di atas yang menonjolkan juga sifat keadilan Allah. Karenanya Al-Maturidi berpendapat, Allah wajib menepati janjinya dan melaksanakan ancaman-ancamannya. Demikian secara garis besar pemikiran teologis Al-Maturidi, disamping masih banyak pendapa-pendapatnya yang belum penulis uraikan dalam makalah ini, seperti masalah syafa'at, definisi iman, apakah Nabi Muhammad lebih utama dari pada Nabi Adam juqa masalah kemakhlukan sorga dan neraka yang telah dipaparkannya dalam Syarh Fiqh al-Akbar. 

3. munculnya aliran maturidiyah persamaan dengan Asy'ari yah sebagai reaksi terhadap aliranmu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang didefinisikan sebagai kelompok ahlussunnah waljamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan perbedaan paham di antara keduanya sekalipun perbedaan tidak terlalu jauhpada aliran maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok masrkand dan Bukhara 


Kelompok samarkand adalah pengikut abu Mansur Muhammad Ali maturidi dimana paham-paham teologinya lebih dekat kepada mu'tazilah yang rasional sedangkan kelompok Bukhara adalah pengikut dari ustad Muhammad Ali Betawi yang pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-azhari yang tradisional


In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051025 HIMATUL FAIZAH -
1. Biografi
Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi adalah imam aliran ahli aqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.
Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur.

2. Di antara pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dalam masalah
teologi adalah :
1.) Mengenai al-Qur’an
Al-Maturidi sependapat dengan Al-Asy’ari demikian
juga dengan Abi Hanifah bahwa Kalam Allah adalah qadim.
Ia mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang
qadir, tidak dirubah, tidak diciptakan, tidak baru dan tidak
ada permulaannya.
2.) Mengenai Sifat Allah SWT
Dalam masalah sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan
di antara Imam Al-Asy’ari dengan Al-Maturidi. Baginya
Tuhan juga mempunyai sifat-sifat, seperti adanya nash
yang menunjukkan bahwa Allah menyifati diri-Nya dengan
sifat mendengar dan mellihat.
3.) Masalah Iman dan Islam
Syaikh Zadah menjelaskan sesungguhnya al-Iman menurut
Al-Maturidi adalah ”al-Iqrar wa al-Tashdiq”, yakni ikrar
dengan lisan dan tashdiq dengan hati. Sementara orang-
orang Al-Asy’ariah mensyaratkan iman dengan membaca
dua kalimah syahadat sebagai bukti adanya pembenaran.
Argumentasi Al-Maturidi sesungguhnya iaman secara
bahasa adalah pembenaran (al-Tashdiq), sementara tashdiq
kadang dengan hati, kadang dengan lisan.
4.) Masalah Melihat Allah SWT
Dalam hal Ru’yatullah, Al-Maturidi sejalan dengan
golongan Al-Asy’ariah, bahwa Tuhan kelak dapat dilihat
oleh manusia. Ia berusaha mengajukan silogisme sebagai berikut : tidak dapat dilihat adalah yang tidak berwujud,
setiap berwujud pasti dapat dilihat dan karena Tuhan
berwujud maka Tuhan pasti dapat dilihat.
5.) Masalah Dosa Besar
Bagi Maturidi orang yang
berdosa besar (seperti zina dan membunuh) tetap dikatakan
sebagai seorang Mu’min. Adapun bagaimana nasibnya kelak
di akhirat, terserah kepada Tuhan. Hemat penyusun, wajar
dia berpendapat demikian, sebab baginya iman dan Islam
adalah sama. Kalau keberadaan iman yang ”La yazid wala yanqush” maka Islam pun tentu tidak jauh dari itu. Pendapat
Al-Maturidi di atas sejalan dengan guru utamanya, Abu
Hanifah y ang mengatakan bahwa seorang Muslim tidak
bisa menjadi kafir dengan berbuat dosa, kendatipun itu
adalah dosa besar (Hanifah, 1324 H: 5).
6.) Masalah Baik dan Buruk
Dalam hal ini
Maturidiah lebih dekat kepada Mu’tazilah. Ia berpendapat
bahwa sesungguhnya akal mampu mengidentifikasi sesuatu
yang baik dan buruk.

3. Pada perkembangan selanjutnya al-Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan. Yaitu golongan Samarkand dan golongan Bukhara yang dipelopori oleh Bazdawi.

Sesungguhnya al-Maturidy itu adalah sebaya dengan al-Asy’ary. Hanya saja berbeda tempat tinggal. Al-Asy’ary hidup di Bashrah Irak, pengikut madzhab Syafi’I, sedangkan al-Maturidy bertempat tinggal di Samarkand, pengikut madzhab Hanafi. Karena itu tidak mengherankan kalau pengikut al-Asy’ary pada umumnya adalah orang-orang yang bermadzhab Syafi’i dan pengikut-pengikut al-Maturidy adalah orang-orang yang bermadzhab Hanafi.

1.Golongan Samarkand

Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-Maturidy sendiri. Golongan ini cenderung ke arah faham Asy’ariyah, sebagaimana pendapatnya tentang sifat-sifat Tuhan. Dalam hal perbuatan manusia, Maturidy sependapat dengan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya mewujudkan perbuatannya. Al-Maturidy berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.

2.Golongan Bukhara

Golongan ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut Maturidy yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid Maturidy. Jadi yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi dalam aliran Al-Maturidiyah.

Walaupun sebagai pengikut aliran ­Al-Maturidiyah, AL-Bazdawi selalu sefaham dengan Maturidy. Ajaran teologinya banyak dianut oleh umat islam yang bermazhab Hanafi. Dan hingga saat ini pemikiran-pemikiran Al-Maturidiyah masih hidup dan berkembang di kalangan umat islam.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051040 RIFFA -
Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi (bahasa Arab: أبو منصور محمد بن محمد بن محمود الماتريدي السمرقندي الحنفي) (wafat 333 H / 944 M) adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.

1).Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan) yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama, ia berguru pada Abu Nasr al-'Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang ajaran-ajaran Mu'tazilah, Qarmatiyyah, dan Syi'ah.
2. Di antara pemikiran-pemikiran Al-Maturidi dalam masalah
teologi adalah :
1.) Mengenai al-Qur’an
Al-Maturidi sependapat dengan Al-Asy’ari demikian
juga dengan Abi Hanifah bahwa Kalam Allah adalah qadim.
Ia mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang
qadir, tidak dirubah, tidak diciptakan, tidak baru dan tidak
ada permulaannya.
2.) Mengenai Sifat Allah SWT
Dalam masalah sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan
di antara Imam Al-Asy’ari dengan Al-Maturidi. Baginya
Tuhan juga mempunyai sifat-sifat, seperti adanya nash
yang menunjukkan bahwa Allah menyifati diri-Nya dengan
sifat mendengar dan mellihat.
3).Sejak perang saudara pertama, khususnya perang Siffin,
telah muncul isu dan polemik teologis yang melibatkan multi-
faktor, multi-daerah - aliran dan multi - geopolitik (pemerintahan)
dari potensi-potensi internal ummat Islam. Polemik teologis
itu walaupun hampir merobohkan sendi-sendi keimanan dan
menimbulkan konflik berkepanjangan dalam tubuh ummat Islam,
namun di sisi lain menimbulkan gerakan yang dinamis dalam
wacana pemikiran Islam, sehingga Islam dapat membangun
peradabannya sendiri.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

by 2003401051013 MUHAMMAD KHOIRUR ROZIQIN -

1.          Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam.

2.     aTentang Sifat Allah Mengenai pendapat Maturidi tentang sifat-sifat Allah ini terdapat dua penjelasan yang berbeda.

b.Tentang Anthropomorphisme Anthropomorphisme atau at-tasybih, yaitu paham yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anggota badan atau Allah mempunyai sifat-sifat Jasmaniyah yang sama dengan sifat-sifat jasmani manusia.

c.Tentang Al-Our’an Tentang Al-Qur'an makhluk atau bukan, maka Maturidi menetapkan bahwa kalamullah adalah makna  yang berdiri pada zat-Nya dan dengan demikian merupakan satu sifat dari sifat-sifat yang berhubungan dengan zat-Nya, qadim –dengan qadimnya zat Yang Maha Tinggi—tidak tersusun dari kiata dan huruf.

d.Tentang Melihat Tuhan Al-Maturidi sependapat dengan Al-Asy’ari, yang menyatakan  bahwa Allah dapat dilihat kelak di hari kiamat, yang ditolak oleh Mu’tazilah.

e.Tentang Perbuatan Manusia Kalau menurut paham Mu’tazilah, yang mengambil dari faham Qadariyah, bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya sendiri.

3.Kelompok Samarkand adalah pengikut Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w. 944 M)  di mana    paham-paham teologinya lebih dekat kepada Mu’tazilah yang rasional. Kelompok Bukhara adalah pengikut dari Yusar Muhammad al-Bazdawi (w.1100 M) yang pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-Asy’ariyah yang tradisional

     Dengan demikian sejarah perkembangan teologi Islam sebagai fakta dan realita yang mengungkapkan pemikiran-pemikiran tokoh itu tidak selamanya sama dengan pengikutnya. Dengan kata lain tidak mutlak antara seorang murid dengan gurunya mempunyai pemikiran yang selalu sama.

In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051039 NUR WARDATUL WALIDAH -
1. Nama lengkap Abu Manshur al-Maturidi ialah Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud. Dilahirkan di Maturid, sebuah daerah di Samarkand termasuk kawasan Ma Wara’ al-Nahr, dan wafat pada tahun 333 H/944 M, ia menimba ilmu pada pertiga terakhir abad ke-3 Hijrah, yakni pada masa Muktazilah. Tampakanya ia dilahirkan pada sekitar pertengahan abad ke-3 Hijrah. A.K.M.Ayyub Ali menyimpulkan bahwa al-Maturidi lahir sekitar tahun 238 H/853 M. Dapat dipastikan, bahwa beliau belajar ilmu fikih dari Madzhab Hanafi dan ilmu kalam dari Nashr ibn Yahya al-Balakhi. garis ketururunan beliau bersambung dengan sahabat Abu Ayyub al-Anshory. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya al-Balakhi. Ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada masa khalifah al-Mutawakkil yang memerintah tahun 232-274 H / 847-861 M.
2. Pemakaian nalar yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran imam al-maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Pemikiran teologi al-muturidi 1. Akal dan Wahyu, yang dimaksud adala mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akalnya untuk memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadapAllah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan-Nya. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. 2. Perbuatan manusia, yang dimaksud adalah Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al-Maturidy mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan manusia. 3. Sifat Tuhan, yang dimaksud adalah Allah bersifat immateri, yang karenanya Ia tidak memiliki sifat-sifat jasmani (materiil). 4. Melihat Tuhan, yang dimaksud adalahl-Maturidy meyakini bahwa Allah dapat dilihat kelak di akhirat , karena ia mempunyai wujud. Namun melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya, karena keadaan di sana beda dengan dunia. 5. Kalam Tuhan, yang dimaksud adalah Al-Maturidy membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadits). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya dari bagaimana Allah bersifat dengannya, kecuali dengan suatu perantara. 6. Perbuatan Tuhan, yang dimaksud adalah Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap perbuatan-Nya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang dikehendaki-Nya. 7. Pengutusan Rasul, yang dimaksud adalah Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya. Pandangan ini tidak jauh dengan pandangan Mu’tazilah, yaitu bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya. 8. Pelaku dosa besar, yang dimaksud adalah Al-Maturidy berpendapat iman itu tidak akan hilang karena melakukan dosa besar, dan Tuhan yang akan mengadili kelak dihari kiamat. Antara iman dan perbuatan tidak saling mempengaruhi atau menghilangkan, karena iman itu di dalam Qalb, sedang perbuatan letaknya pada gerakan anggota badan. 9. Iman, yang dimaksud adalah Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan. 10. Kebaikan dan keburukan menurut akal, yang dimaksud adalah Al-Maturidy dan juga golongan Maturidiyah jug amengakui adanya keburukan objektif(yang terdapat pada asustu perbuatan itu sendiri) dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan itu sebagi sesuatu perbuatan. Seolah-olah meerekamembagi perbuatan menjadi tiga bagian. Yaitu bagian yang dapat diketahui kebaikannya dengan akal semata. Sebagian yang tidak dapat diketahui keburukannya dengan akal semata dana sebagian lagi yang tidak jelas kebaikan dan keburukannya bagi akal. Kebaikan dan keburukan bagian terakhir ini hanya bisa diketahui dengan melalui syara.
3. Lahirnya aliran Maturidiyah dilatarbelakangi oleh: (a) rasa tidak puas al-Maturidi terhadap metode Kalam kaum rasionalis, di satu sisi dan kaum tradisionalis di sisi lain, (2) kekhawatiran atas meluasnya paham Syiah Qaramithah yang banyak dipengaruhi oleh aliran Mazdakism dan Manichaenism. Pemikiran teologi al-Maturidi dipengaruhi oleh pemikiran Abu Hanifah serta kondisi masyarakatnya yang heterogen, di samping itu, Samarqand sebagai tempat kediamannya merupakan arena diskusi para ulama dari berbagai aliran mazhab fikih dan kalam. Sehingga pemikiran-pemikiran teologi al-Maturidi kadang-kadang cenderung pada Mu‟tazilah.Pemikiran teologi al-Maturidi tersebar melalui karyanya, dan setelah beliau wafat, ajaran-ajarannya yang kemudian dikenal sebagai aliran Maturidiyah, disebarkan melalui murid-murid dan para pengikutnya, dari masa ke masa. Salah seorang pengikutnya yang terkemuka adalah al-Bazdawi yang dalam pandangan kalamnya terdapat perbedaan dengan al-Maturidi, sehingga lahirlah istilah golongan Maturidiyah Bukhara yakni pengikut al-Bazdawi, dan Maturidiyah Samarqand, yakni pengikut al-Maturidi sendiri.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051014 RISKATUL KHASANAH -
1. Abu Manshur al-Maturidi ia bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur (w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi).

2. Corak Pemikiran Abu Manshur al-Maturidi Sejak Khalifah al-Mutawakkil dari dinasti Abbasiyyah mengucilkan ajaran sekte Muktazilah pada tahun 234 H maka semenjak itulah ajaran sekte Muktazilah mulai menyingkir ke daerah-daerah sekitar Asia Tengah. Begitu juga dengan sekte Qaramithah yang mencapai kejayaan dakwahnya di daerah Asia Tengah sekitar tahun 261 hingga tahun 278 H. Ditambah dengan pengaruh ajaran Zoroaster dan beberapa ajaran agama lain yang mengakar kuat sejak dahulu di Asia Tengah. Hal ini juga disebabkan letak daerah Asia Tengah yang strategis sebagai jalur perdagangan dan pertemuan budaya dari daratan China hingga kawasan Timur tengah. Maka, tampillah Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar. Bahkan, hingga saat ini sebagian besar pengikut ajaran Abu Manshur al-Maturidi adalah pengikut mazhab Abu Hanifah dalam bidang ilmu fiqih. Tentu hal ini sangat berbeda dengan sekte Muktazilah yang lebih mengedepankan akal melebihi nash Al-Quran dan Hadits

3. Namun, dalam perkembangannya, aliran Maturidiyah ini terpecah ke dalam dua kelompok, yaitu Maturidiyah Samarkand yang dipimpin oleh al-Maturidi dan Maturidiyah Bukhara yang dipimpin oleh Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi. Al-Bazdawi merupakan pengikut al-Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek al-Bazdawi menjadi salah satu murid al-Maturidi. Ia mempelajari ajaran Maturidiyah dari kedua orang tuanya.
Pengelompokan itu terjadi karena ada perbedaan pendirian mengenai wewenang akal. Bagi Maturidiyah Samarkand, akal manusia dapat mengetahui adanya Tuhan, baik dan buruk, serta mengetahui kewajiban bersyukur kepada Tuhan. Sementara itu, aliran Maturidiyah Bukhara berpandangan bahwa akal manusia hanya dapat mengetahui adanya Tuhan serta baik dan buruk, sedangkan mengenai kewajiban manusia merupakan wewenang wahyu, bukan wewenang akal.
In reply to 0702028202 Dr. Ahmad Halid, S.Pd.I.,M.Pd.I

Re: kaqjian ke 2

by 2003401051026 AHMAD MUDESSIR -
1. Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi (bahasa Arab: أبو منصور محمد بن محمد بن محمود الماتريدي السمرقندي الحنفي) (wafat 333 H / 944 M) adalahimam aliran ahliaqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.

Imam Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah pemukiman di kota Samarkand (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan) yang terletak di seberang sungai. Di bidang ilmu agama, ia berguru pada Abu Nasr al-'Ayadi and Abu Bakr Ahmad al-Jawzajani. Ia banyak menulis tentang ajaran-ajaran Mu'tazilah, Qarmatiyyah, dan Syi'ah.
2. Tokoh kita satu ini selalu disandingkan dengan Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai dua tokoh besar manhaj Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Memang benar, rekam jejak kehidupannya tak banyak diulas oleh para sejarawan terkenal seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khalkan, Ibnu Nadim, dan Ibnu Atsir dalam catatan-catatan sejarah mereka. Akan tetapi, seluruh kehebatan murid-muridnya serta karya tulisnya telah menunjukkan kepada kita betapa hebatnya tokoh kita satu ini. Tak ayal, para pengikutnya menjuluki tokoh kita ini dengan julukan Rais Ahlussunnah (pemimpin golongan Ahlussunnah), al-Imam al-Zahid (pemimpin yang zuhud), dan beberapa julukan lainnya.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/121064/abu-manshur-al-maturidi--imam-aqidah-ahlusunnah-wal-jama-ah
===
Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-lain.
3. Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapai paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara'.

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta'wil Al Qur'an, Makhas Asy Syara'i, Al Jadl, Ushul Fi Ushul Ad Din, Maqalat Fi Al Ahkam Radd Awai'il Al Abdillah Li Al Ka'bi, Radd Al Ushul Al Khamisah Li Abu Muhammad Al Bahili,Radd Al Imamah Li Al Ba'ad Ar Rawafid Dan Kitab Radd 'Ala Al Qaramatah.