diskusi

Diskusi

Diskusi

by 2003401051025 HIMATUL FAIZAH -
Number of replies: 0

Sejarah Timbulnya Asy-'Ariyah

Sebagai reaksi dari firqah-firqah yang sesat, maka pada akhir abad ke III Hijriyah timbullah golongan yang bernama Kaum Ahlu Sunnah Waljama'ah, yang di kepalai oleh dua orang Ulama besar dalam ushuluddin Yaitu Syekh Abu Hasan 'Ali al-Asy'ari dan Syekh Abu Mansur al-Maturidi. Perkataan Ahlu sunnah wal jamaah  kadang-kadang di pendekkan menyebutnya dengan ahli sunnah saja, atau Sunny saja atau kadang-kadang juga di sebut juga Asy'ari atau Asy'irah, di kaitkan kepada guru besarnya yang pertama abu hasan 'Ali al-Asy'ari.

Dalam sejarah dinyatakan pada jaman itu terjadilah apa yang dinamakan "fitnah al-qur'an makhluk" yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sefaham dengan faham mu'tazilah.

Imam Abu hasan Asy'ari melihat, bahwa pada kaum mu'tazilah banyak terdapat kesalah besar, banyak bertentangan dengan I'tiqat dan kepercayaan Nabi Muhammad Saw dan sahabat-sahabat beliau dan banyak yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadist.

Maka dengan itu beliau keluar dari mu'tazilah dan taubat kepada Tuhan atas kesalahan-kesalahannya yang lalu, bukan saja begitu, tetapi beliau tampil kemuka digaris depan untuk melawan dan mengalahkan kaum mu'tazilah yang salah itu.


Pemikiran-pemikiran Al-Asy'ari yang terpenting adalah berikut ini :

1.    Tuhan dan Sifatnya.

Perbedaan pendapat di kalangan mutakallimin mengenai sifat-sifat Allah atak dapat dihindarkan walaupun mereka setuju bahwa mengesakan Allah adalah wajib. Al-Asy'ari di hadapkan dua pandangan ekstrim. Di satu pihak ia berhadapan dengan kelompok mujasimah dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensinya. Adapun tangan , kaki, telinga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh diartikan secara arfiah, melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiah). Selanjutnya, al-Asy'ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat di bandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh dengan menyangkut realitasnya (hagigah) tidak terpisah dari esensinya. Dengan demikian, tidak berbeda dengan-Nya.

2.    Pelaku Dosa Besar

Terhadap dosa besar, agaknya Al-Asy'ari, sebagai wakil ahl As-Sunnah, tidak mengafirkan orang-orang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun malakukan dosa besar, seperti bercina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Akan tetapi jika dosa besarnya di lakukannya dengan anggapan bahwa hal ini di bolehkan (halal) dan tidak menyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.

Adapun balasan di akhirat kelak pelaku dosa besar apabila ia meninggalkan dan tidak dapat bertaubat, maka menurut Al-asy'ari, hal itu bergantung pada kebijakan tuhan yang maha berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa itu mendapat syafaat nabi Saw, sehingga terlepas dari siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir lainnya. Stelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, dia akan di maksudkan kedalam surga.