UTS

UTS 2-7

UTS 2-7

oleh 2003401051018 EKA OLIVIA HALIMATUS ZAHRO -
Jumlah balasan: 0

Kajian (2)

1.Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan. Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari (w. 256 H) dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur (w. 261 H). (Lihat tesis doktoral Dr. Muhammad Ayyub di Universitas Dar al-Ulum, Kairo berjudul al-Islam wal Imam al-Maturidi).

2.Abu Manshur al-Maturidi sebagai tokoh Aswaja paling berpengaruh di Asia Tengah dengan segenap karya tulisnya yang mampu mematahkan segenap pemikiran sekte yang menyimpang dengan argumentasi nalar yang kuat. Pemakaian nalar akal yang cukup dan seimbang adalah corak pemikiran Abu Manshur al-Maturidi dalam ilmu aqidah yang juga mengacu terhadap karakter pemikiran Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemikiran yang dibawa oleh Abu Manshur al-Maturidi adalah penyempurna argumentasi yang dibangun oleh Abu Hanifah dalam kitab al-Fiqh al-Akbar.

3.aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.


Kajian (3)

1. Keesaan Allah  

Dalam membuktikan keesaan Allah SWT, Imam Al-Asy’ari menggunakan argumentasi rasional yang didasarkan kepada ayat Al-Quran. Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, beliau terlebih dahulu mengutip surah Al-Syura ayat sebelas (11) dan surah Al-Ikhlas ayat empat (4) yang dilanjutkan dengan argumentasi rasional berdasarkan dua ayat di atas.14 Dalam bukunya yang lain, Imam Al-Asy’ari memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah SWT dan diakhiri dengan kutipan surah Al-Anbiya’ ayat 22.15 Dengan demikian, pendekatan yang beliau gunakan dalam memaparkan argumentasi pembuktian tauhid dan unsur akidah yang lain menggabungkan dalil tekstual dan penalaran rasional, suatu hal yang kemudian menjadi ciri pengikutnya.

2.Kebebasan dalam berkehendak (free will). 

Kebebasan berkehendak menurut Sayyid Mujtaba Musawi mengutip Imam Ali bin Abi Thalib dalam kitab Nahjul Balaghah pernah ditanya apakah Allah mengatur perbuatan manusia dan juga mentakdirkan sepenuhnya nasib manusia, Imam Ali menjawab, “Seandainya segala perkara seperti itu dan setiap ketentuan sudah diputuskan (dimana manusia tidak memiliki kehendak bebasnya,) maka batallah hukum pahala dan dosa, gugurlah janji dan ancaman yang dibawa oleh Nabi Muhammad, sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintahkan hamba-hambanya dengan memberikan kebebasan memilih (takhyīran)” (Musawi, 2004).

3.Akal dan Wahyu

Akal dan Wahyu Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang tertulis, yang didalamnya teradapat berbagai macam pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dari akal, dan di dalam Al-Qur’an sendiri akal diberikan penghargaan yang tinggi. Tidaksedikit ayat-ayat yang menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak berfikir dan memepergunakan akalnya. Kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur’an untuk menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya‘aqala saja.Al-Quran menyebutkan kurang lebih 49 kata ‘aql yang muncul secara variatif.


Kajian (4)

1.Menurut Aliran Mu’tazilah. Bahwa sebelum datang wahyu, akal dapat dijadikan pedoman dalam menentukan apa yang baik dan apa yang buruk, sehingga melakukan penalaran adalah wajib, karena dengan penalaran yang mendalam dapat mengetahui kewajiban-kewajiban. Dari empat masalah tersebut di atas, bagi aliran Mu’tazilah dapat diketahui melalui akal.

2.Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara mengenai perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu'tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy'ariyah. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia, menurut Maturidiyah Semarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam kata arti sebenarnya, dan bukan dari kiasan. Perbedaannya dengan Mu'tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak di ciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya yang terdapat dalam faham Mu'tazilah. oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam Mu'tazilah.

3.Aliran Maturidiyah bukhara berpendapat bahwa kekuasaan tuhan bersiafat mutlak dan hanya dimiliki oleh tuhan. Tuhan berbuat apa yang dikehendakinya, dan tuhan tidak berbuat apa yang tidak dikehendakinya serta menentukan segalagalanya. Tuhan tidak memiliki kewajiban apapun terhadap manusia, dan tidak ada zat apapun yang dapat menentang atau melarang tuhan untuk berbuat sesuatu. Tuhan tidak mungkin melanggar janji-janjiNya, memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat.

4.Pendapat aliran Maturidiyah mengenai sifat tuhan sama dengan pendapat Asy'ariyah yang menyatakan bahwa tuhan memiliki sifat. Maturidiyah berpendapat bahwa sifat sifat tuhan itu mulazamah (ada bersama; inhern) zat tanpa terpisah (innaha lam takun ain al-zat wa la hiya ghairuhu). Maturidiyah menetapkan sifat bagi Allah Swt tidak harus membawa kepada pengertian anthropomorphisme, karena sifat tidak berwujud yang terpisah dari zat, sehingga berbilang sifat tidak akan membawa pada berbilangnya yang qadim (taaddud al-qudama). Tampaknya paham Maturidiyah tentang makna sifat tuhan cenderung mendekati paham mu’tazilah. Perbedaannya, al-Maturidi mengakui adanya sifat-sifat tuhan, sedangkan mu’tazilah menolak adanya sifat-sifat tuhan.


Kajian (5)

problem NU di masyarakat banyak di rasakan hususnya di bidang rohani, dan juga pada zaman saat ini yaitu mirisnya tentang pengetahuan agama di sni NU berperan penting untuk generasi bangsa untuk meningkat kan ahklak generasi bangsa,karna tujuan NU didirikan adalah memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal-Jamaah dengan mengikuti pola madzhab. 



Kajian (6) 

1.Ahlussunnah wal Jama’ah berhaluan salah satu Madzhab yang empat. Seluruh ummat Islam di dunia dan para ulamanya telah mengakui bahwa Imam yang empat ialah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal telah memenuhi persyaratan sebagai Mujtahid. Hal itu dikarenakan ilmu, amal dan akhlaq yang dimiliki oleh mereka.

2.Mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam mujtahid dalam memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam. Munculnya mazhab, sebagai bagian dari proses sejarah penetapan hukum islam tertata rapi dari generasi sahabat, tabi’in, hingga mencapai masa keemasaan pada khilafah Abbasiyah, akan tetapi harus diakui madzhab telah memberikan sumbangsih pemikiran besar dalam penetapan hukum fiqh Islam.Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat/mazhab dikarenakan perbedaan persepsi dalam ushul fiqh dan fiqh serta perbedaan interpretasi atau penafsiran mujtahid.Menganut paham untuk bermahzab, dikarenakan faktor “ketidakmampuan” kita untuk menggali  hukum syariat sendiri secara langsung dari sumber-sumbernya (Al-Quran dan as-Sunnah). Bermadzhab secara benar dapat ditempuh dengan cara memahami bahwa sungguhnya pemahaman kita terhadap perbedaan pendapat di kalangan mazhab-mazhab adalah sesuatu yang sehat dan alamiah, bukan sesuatu yang janggal atau menyimpang dari Islam.

3.Perbedaan pendapat dan pertentangan ini melahirkan kelompok Ahlu al-Haditsdan Ahlu al-Ra’yi yang pada masa belakangan mengembangkan metode penggalian suatu hukum yang berbeda dan menggunakan metode yang tidak sama.Secara geografis, madzhab Ahlu al-Haditsberada di madinah. Sedangkan madhab Ahlu al-Ra’yi berada di wilayah Iraq(Bashrah, Kufah). Di hampir setiap wilayah berdiri madrasah terkait dengan madzhab tertentu dengan tokohnya tersendiri. Di Madinah terdapat Sa’id bin Musayyab, Urwah bin Zubair, Abu Bakar bin Abd. Rahman, Ubaidah bin Abdullah, Kharijah bin Zaid, Sulaiman bin Yasar dan al-Qasim bin Muhammad. Mereka inilah yang disebut dengan Fuqaha’ Sab’ah di Madinah. Di wilayah Iraq muncul tokoh-tokoh Ahlu al-Ra’yi, semisal Muslim bin Yasar, al-Hasan bin Yasa’, Alqamah bin Qaius, masruq bin Ajdi al-Aswad bin Yazid, Sarah bin Harist dan lain-lain perbedaan itu muncul karna faktor wilayah Hadits-hadits Nabi dan fatwa-fatwa sahabat tidak banyak ditemukan di wilayah Iraq, jika dibandingkan dengan wilayah Madinah. Penduduk Madinah mempunyai pembendaharaan hadits yang mereka jadikan pedoman dalam menetapkan hukum karena Madinah adalah tanah air Nabi. Sedang ahli fiqih Iraq kurang didukung oleh pembendaharaan hadits seperti ini, sehingga dalam menetapkan hukum, mereka menggunakan kekuatan akal pikiran, mereka berijtihad dalam memahami tujuan nash dan sebab-sebab ditentukannya hukum tersebut

4.Munculnya Kaidah-kaidah fiqih adalah salah satu hal penting sebagai pedoman bagi umat Islam untuk menyelesaikan masalah hukum yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa pedoman, mereka tidak dapat mengetahui batas-batas boleh-tidaknya sesuatu itu dilakukan, mereka juga tidak dapat menentukan perbuatan yang lebih utama untuk dikerjakan atau lebih utama untuk  ditinggalkan. Dalam berbuat atau berprilaku mereka terikat dengan rambu-rambu dan nilai-nilai yang dianut, baik berdasarkan ajaran agama maupun tradisi-tradisi yang baik.

5.a. Imam Abu Hanifah, yang dikenal dengan sebutan Imam Hanafi, mempunyai nama lengkap: Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zutha Al-Kufi. lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah/699 M, bertepatan dengan masa khalifah Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari dengan nama Abu Hanifah yang berarti suci dan lurus, karena sejak kecil beliau dikekal dengan kesungguhannya dalam beribadah, berakhlak mulia, serta menjauhi perbuatan-perbuatan dosa dan keji. Dan mazhab fiqihnya dinamakan Mazhab Hanafi.


Kajian (7) 

1.Imam Abu Hanifah (w. 767 M). Ia dipandang sebagai Imam al Mujaddidin atau Imam ahl al-Ra’y, tokoh aliran rasionalis. Abu Hanifah adalah penduduk asli Kufah, Irak, keturunan Persia, Iran. Sebuah kota metropolitan dan salah satu pusat peradaban dunia. Ia seorang pedagang kain. Diriwayatkan orang bahwa dia pernah berkata : “Pengetahuan yang menjadi milik kita adalah pendapat pikiran kita. Inilah yang terbaik yang dapat kita capai. Mereka yang memiliki pikiran yang berbeda adalah hak mereka sebagaimana kita berhak atas pikiran kita.” (Mazhab ini diperkirakan dianut oleh sekitar 45% muslim di dunia)

2.Imam Malik bin Anas (w. 795 M) disebut sebagai Imam al Muhafizhin atau tokoh yang kuat memegang tradisi masyarakat Madinah. Ia banyak mempertimbangkan tradisi Madinah, tempat ia menghabiskan usianya. Imam Malik dikenal banyak menggunakan tradisi Madinah sebagai dasar hukum. Bahkan dikatakan ia seringkali lebih mengutamakan praktik tradisi Madinah itu daripada hadits Ahad. Imam Malik menganggap praktik umum masyarakat Madinah sebagai bentuk sunnah yang otentik dalam bentuk perbuatan, bukan sekadar kata-kata. Ia dianggap sebagai kesepakatan penduduk Madinah yang memilki sumber dari sahabat dan dari Nabi. (Mazhab ini dianut oleh sekitar 25 % muslim di dunia).

3.Imam Al Syafi’i (w. 820 M) disebut Faruq sebagai Imam ahl al Wasath wa al I’tidal atau tokoh moderat. Ia melalui kehidupan pertamanya di Hijaz dan pernah hafal hadits-hadits Muwatha karya Imam Malik, kemudian tinggal di Baghdad, Irak, dan sempat belajar pada Muhammad bin Hasan al Syaibani (749-804 M) salah seorang murid utama Abu Hanifah, dan akhirnya pindah ke Mesir. Ia menetap di sana sampai wafatnya. Ia diikuti oleh kirang lebih 28 % muslim dunia).

4.Ahmad bin Hanbal (w. 855 M) disebut sebagai Imam mutasyaddidin atau tokoh yang sangat ketat dalam menggunakan pendekatan tekstual. Sebagian orang modern menyebutnya Imam kaum fundamentalis. Ia seorang muhaddits (ahli hadits) besar. Al-Thabari, guru besar ahli tafsir, bahkan menyebut Ahmad bin Hanbal sebagai ahli hadits dan bukan ahli fiqh. Ia sering disebut juga pemimpin kaum “salafi”. (Pengikutnya hanya 5% dan sekarang menjadi mazhab hukum di Arab Saudi).