kajian ke 3

Doktrin aqidah aswaja Al asy'ari

Doktrin aqidah aswaja Al asy'ari

oleh 2003401051029 MUJIBUR ROHMAN -
Jumlah balasan: 0

Adapun pokok-pokok ajaran Abu> Hasan al-Asy’ary adalah sebagai berikut:

1. Zat dan sifat-sifat Tuhan Persoalan sifat-sifat Allah, merupakan maslaha yang banyak dibicarakan oleha ahliteologi Islam. Berkaitan dengan itu berkembang dua teori yaitu: teori is\bat al-sifat dan naïf> al-sifat. Teori pertama mengajarkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat, seperti,mendengar, melihat dan berbicara. Teori inilah yang dianut oleh kaum Asy’ariyah.Sementara teori kedua mengajarkan bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat. Teori tersebut dianut oleh kaum Mu’tazilah dan para ahli ahli falsafah. Paham kaum Asy’ariyah berlawanan dengan paham Mu’tazilah. golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah itu mempunyai sifat di antaranya, al-‘ilm, alqudrat, al-sama’ al-bas}ar, al-hayah, iradah, dan lainnya. Namun semua ini dikatakan layukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara dan batasnya).

Menurut al-Asy’ari, Allah mempunyai ilmu karena alam yang diciptakan

demikian teratur, alam tidak aka nada kecuali diciptakan oleh Allah yang memiliki

ilmu. Argumen ini antara lain diperkuat oleh firman Allah dalam QS. al-Nisa/ 4: 166.

Terjemahnya:

tetapi Allah menjadi saksi ats (al-Quran) yang diturunkan-Nya kepadamu

(Muhammad). Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya..26

Menurut al-Asy’ari ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah mengetahui

dengan ilmu. Oleh karena itu, mustahil ilmu Allah itu z}at-Nya. Jika Allah mengetahui

dengan z}at-Nya, maka z}at-Nya itu merupakan pengetahuan. Dan mustahil al-‘ilm

(pengetahuan) merupaka ‘Alim (Yang Mengetahui), atau al’Alim (Yang Mengetahui)

merupakan al-‘ilm (pengetahuan) atau zat Allah diartikan sebagai sifat-sifatnya. Oleh

karena mustahil Allah mengetahui dengan z}at-Nya sendiri, karena dengan demikian

z}at-Nya adalah pengetahuan dan Allah sendiri adalah pengeathuan. Allah bukan

pengetehuan (‘ilm) tetapi yang Mengetahui (‘Alim). Dengan demikian menurut alAsy’ari, Allah mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukanlah z}atNya.

Kaum Asy’ariyah juga meyakini akan sifat-sifat Allah yang bersifat khabariyah,

seperti Allah punya wajah, tangan, kaki, betis dan seterusnya. Dalam hal ini alAsya’ariyah mengartikannya secara sombolis serta tidak melakukan takyif

(menanyakan bagaimana rupa wajah, tangan dan kaki Allah), ta't}il (menolak bahwa

Allah punya wajah, tangan dan kaki ), tams\il (menyerupakan wajah, tangan dan kaki

Allah dengan sesuatu) serta tahrif (menyimpangkan makna wajah, tangan dan kaki

Allah dengan makna lainnya).27

Argument al-Asy’ariyah tersebut diperkuat dengan firman Allah, di antaranya

QS. Al-Rahman/55: 27.


Terjemahnya:

Tetapi wajah Tuhanmu yang memilki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.28

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil sebuah konklusi bahwa, dalam

paham Asy’ariyah sifat-sifat Allah adalah sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an

dan hadis\. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang sesuai dengan z}at Allah

sendiri dan sekali-kali tidak menyerupai sifat-sifat makhluk. Allah melihat tidak

seperti makhluk. Begitu pula Allah mendengar tidak seperti makhluk. Bahkan alAsy’ariyah berpendapat bahwa Allah mempunyai muka, tangan, mata dan sebagainya

tanpa ditentukan bagaimananya (bila kaifa).

2. Kebebasan dalam berkehendak Pada dasarnya al-Asy'ari>, menggambarkan manusia sebagai seorang yang

lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan apa-apa disaat berhadapan dengan

kekuasaan absolut mutlak. Karena manusia dipandang lemah, maka paham alAsy'ari> dalam hal ini lebih dekat kepada faham Jabariyah (fatalisme) dari faham

3. Akal dan wahyu

Pada dasarnya golongan Asy’ary dan Mu’tazilah mengakui pentingnya akal

dan wahyu.Namun mereka berbeda pendapat dalam menghadapi persoalan yang

memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan

wahyu sementara Mu’tazilah mengutamakan akal. Mu’tazilah memandang bahwa

mengetahui Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan buruk,

kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah dapat diketahui lewat akal tanpa membutuhkan wahyu. Sementara dalam pandangan al-Asya’ariyah semua kewajiban agama manusia

hanya dapat diketahui melalui informasi wahyu. Akal menurut al-Asya’ariyah tidak

mampu menjadikan sesuatu menjadi wajib dan tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk adalah wajib bagi manusia. Wajib

mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu hanyalah sebagai alat untuk mengenal, sedangkan yang mewajibkan mengenal Allah ditetapkan melalui wahyu. Bahkan

dengan wahyu pulalah untuk dapat mengetahui ganjaran kebaikan dari Tuhan bagi yang berbuat ketaatan, serta ganjaran keburukan bagi yang tidak melakukan

ketaatan.36 Dalil yang dikemukakan al-Asy’ariyah dalam melegitimasi argumen ini, karena itu, otoritas wahyulah dalam menjelaskan semua itu, atau dengan kata lain

lewat wahyulah semua kewajiban keagamaan manusia itu diketahui.antara lain adalah firman Allah dalam QS. al-Isra>’/17:

Terjemahnya:

dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul37

Berdasarkan konsepsi di atas, dapat dipahami bahwa dalam teologi Asy’ariyah,

institusi akal tidak memilki otoritas dalam mengetahui semua kewajiab manusia.