Nama:siti juliaroh rahmaningsih
Nim:2003401051043
Salah satu isu yang sangat krusial dalam diskursus pemikiran Islam adalah
menentukan relasi yang ideal antara wahyu dan akal dan bagaimana seharusnya
memosisikan akal dan wahyu dalam mengeksekusi dan memahami ajaran Tuhan
dalam kehidupan manusia. Secara normatif wahyu dan akal merupakan dua potensi
yang telah mendapat legitimasi dari Tuhan untuk dieksploitasi manusia untuk
mewujudkan cita-cita luhur yang diridai Tuhan. Sadar ataupun tidak, sejarah telah
memberikan informasi bahwa institusi akal dengan segala problematikanya telah
bertanggungjawab bagi lahirnya berbagai macam aliran.
Aliran yang pertama kali memainkan institusi akal dalam wacana keagamaan
adalah aliran Mu’tazilah yang nota bene berpaham Qadariyah. Aliran ini pun
diapresisasi karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
pengembangan pemikiran Islam. Mu’tazilah telah mendiskusikan wacana-wacana
penting seperti qad{a dan qadar, sifat-sifat ketuhanan, perbuatan manusia dengan
sangat filosofis atau memberikan kebebasan penuh pada akal dalam memahaminya.
Mu’tazilah mendapat apresisasi yang tinggi terutama dari pemerintah saat itu,
namun ummat Islam menyesalkannya karena telah memberikan kebebasan mutlak
pada akal dalam memahami isu-isu keislaman. Sehingga dalam kondisis demikian,